Skip to main content

Kesaksian Dr. Richard Teo Keng Siang dari Singapura

Kesaksian ini merupakan transkrip dari rekaman di Persekutuan Dokter Gigi Kristen pada tanggal 24 November 2011, yaitu delapan bulan setelah Richard didiagnosis terkena kanker paru-paru stadium 4B. Richard ingin membagi kesaksiannya dengan anda. Kami melakukan hal ini untuk melanjutkan karyanya. Silakan baca dan bagikan kepada teman-teman atau anggota keluarga yang lain untuk mendapatkan manfaat dan berkat dari kesaksian ini.

Berikut ini adalah tulisan yang dibuat dari pembicaraan Dr. Richard Teo, milyuner dan ahli bedah kecantikan yang berusia 40 tahun dan menderita kanker paru-paru stadium 4, yang membagikan kesaksiannya di Persekutuan Dokter Gigi Kristen. Ia sangat senang membagikannya dengan anda juga.

Latar Belakang
Hai, selamat pagi bagi kalian semua. Suara saya agak serak karena habis dikemoterapi, jadi mohon dimaklumi. Saya ingin memperkenalkan diri saya, nama saya Richard. Saya adalah teman Danny, yang mengundang saya ke sini.

Saya ingin mulai katakan bahwa saya adalah produk masyarakat masa kini. Perlu saya katakan sebelumnya bahwa media mempengaruhi kita semua. Jadi, saya adalah produk masa kini yang digambarkan media. Sejak muda, saya selalu di bawah pengaruh dan kesan yang menyatakan bahwa untuk menjadi bahagia adalah dengan menjadi sukses. Dan untuk menjadi sukses adalah dengan cara menjadi kaya. Maka saya menjalani kehidupan sesuai moto ini

Saya berasal dari keluarga yang termasuk miskin. Pada waktu itu, saya harus bersaing keras, apakah di bidang olah raga, pelajaran sekolah, dan kepemimpinan. Saya menginginkan keberhasilan di semua bidang itu. Saya sudah mencapainya, tetapi pada akhirnya saya menyadari bahwa ujung-ujungnya adalah soal uang.

Oleh karena itu pada tahun-tahun terakhir, saya menjadi seorang trainee di bidang penyakit mata, tetapi saya menjadi tidak sabar karena teman-teman saya sudah buka praktek dokter swasta yang menghasilkan banyak uang. Begitulah saya, terpuruk di dalam pelatihan. Maka saya berkata, “Cukuplah sudah, ini akan makan waktu banyak.” Pada waktu itu, ada lonjakan di bidang dokter kecantikan. Pasti anda tahu bahwa bidang kedokteran kecantikan mengalami puncak kejayaan pada beberapa tahun belakangan ini, dan saya melihat banyak uang di situ. Oleh karena itu saya mengatakan, “Lupakan saja soal keahlian dokter mata itu, saya akan melakukan praktik dokter kecantikan. Itulah yang saya lakukan."

Kenyataannya adalah tidak ada dokter umum rata-rata yang menjadi hebat di lingkungan sekitar kita. Bukan mereka. Orang mengelu-elukan selebriti dan politisi yang kaya, orang-orang yang terkenal dan kaya raya. Maka saya ingin menjadi salah satu di antara mereka. Saya langsung terjun di bidang kedokteran kecantikan. Orang tidak akan sudi membayar mahal ketika saya menjadi dokter pada waktu dulu. Jika diminta bayar lebih dari SGD 30, mereka akan protes dengan berkata, “Wah dokter ini mahal banget!” Mereka akan ribut dan tidak senang. Tetapi orang-orang yang sama ini akan sudi membayar SGD 10,000 untuk penyedotan lemak. Maka saya katakan, “Sudahlah, mari kita berhenti menolong orang sakit, saya akan menjadi ahli kecantikan, yaitu dokter ahli kecantikan."

Dan itulah yang saya lakukan: penyedotan lemak, pembesaran payudara, pembedahan kelopak mata agar tidak sipit, sebutlah apa saja yang serupa itu, kami melakukannya. Praktik ini menghasilkan banyak uang. Klinik saya, ketika baru mulai, orang menunggu 1 minggu, kemudian 1 bulan, menjadi 2 bulan, lalu mereka harus menunggu 3 bulan. Ada banyak permintaan sehingga orang-orang mengantri untuk ditangani kecantikannya. Ah, wanita-wanita yang mengagung-agungkan penampilan, kehidupan yang mewah!

Maka klinik saya berkembang pesat. Saya begitu sibuk, mulai dari mempekerjakan 1 orang dokter, kemudian menjadi 2 dokter, lalu 3, kemudian 4 dokter dan terus berlanjut. Tidak pernah cukup. Saya ingin lebih banyak, lebih banyak, dan tak ada habisnya. Kemudian saya juga membuka praktik di Indonesia untuk menarik para isteri-isteri di Indonesia. Kami membuka kantor perwakilan, membentuk satu tim di sana agar menarik lebih banyak pasien dari Indonesia untuk datang.

Begitulah, semuanya berjalan baik sekali. Sampai suatu saat tibalah waktu saya.

Sekitar bulan Februari tahun 2011, saya katakan, “OK, saya sudah punya banyak uang, saatnya untuk memiliki mobil Ferrari pertama saya.” Saya siap membayar mobil itu. Datanglah mobil Ferrari saya! Saya juga mencari tanah untuk dibeli bersama teman-teman saya. Saya punya teman, seorang bankir, yang berpenghasilan SGD 5 juta per tahun. Maka saya pikir, “Ayo, kita kerjasama. Mari kita beli tanah dan bangun rumah-rumah kita.”

Saya berada di puncak kejayaan, siap-siap untuk menikmati. Pada saat yang sama, teman saya Danny sedang mengalami kebangunan rohani. Mereka, teman-teman dekat  saya, kembali ke gereja. Mereka berkata, “Ayo, Richard, bergabunglah dengan kami, kembalilah ke gereja.”

Saya sudah menjadi orang Kristen selama 20 tahun, saya dibaptis 20 tahun lalu, tetapi hal itu terjadi karena saya ikut-ikutan saja menjadi orang Kristen. Pada waktu itu semua teman-teman saya menjadi orang Kristen. Saya dibaptis karena ikut-ikutan, sehingga kalau saya mengisi formulir  saya dapat mengisi “Kristen” di situ, supaya saya merasa nyaman. Sesungguhnya, saya tidak punya Alkitab, dan saya tidak tahu Alkitab itu isinya apa.

Saya pergi ke gereja hanya sebentar, setelah beberapa lama, saya menjadi bosan. Saya katakan, “Lebih enak pergi ke NUS (Universitas Nasional Singapura), dan berhenti ke gereja. Saya mendapatkan lebih banyak untuk dikejar di NUS: cewek-cewek, pelajaran kuliah, olah raga dan lain-lain. Saya mendapatkan itu semua tanpa Tuhan, sehingga buat apa Tuhan? Saya sendiri dapat mencapai segalanya tanpa Tuhan.

Dalam keangkuhan saya, saya katakan kepada mereka, “Tahu tidak? Coba katakan kepada pendetamu untuk mengganti jam ibadah menjadi jam 2 siang, maka saya mungkin akan datang ke gereja.” Betapa sombongnya saya! Dan saya katakan satu pernyataan lagi, tanpa saya sesali perkataan itu, saya katakan kepada Danny dan teman-teman saya yang lain, “Jika Tuhan sungguh-sungguh ingin saya kembali datang ke gereja, Dia harus memberikan satu tanda.” Astaga, tiga minggu kemudian, saya kembali ke gereja.

Diagnosis
Pada bulan Maret 2011, tanpa diduga, pada waktu itu saya masih suka keluyuran karena saya tergila-gila pada gym dan selalu latihan gym, lari, atau berenang enam hari seminggu. Saya merasa sakit punggung dan itulah yang saya rasakan, tapi keadaan itu berlangsung terus. Oleh karena itu saya memeriksakan diri dengan MRI. Pada hari sebelum saya di-scan, saya masih pergi ke gym, mengangkat beban berat, jongkok bangun. Pada keesokan harinya, yaitu pada hari scan MRI, mereka menemukan bahwa setengah tulang belakang saya kosong. Saya bertanya, “Wah, ada apa?”

Pada keesokan harinya saya di-scan PET, yaitu teknologi deteksi kanker yang paling canggih saat ini, dan mereka menemukan bahwa saya telah terkena kanker paru-paru mematikan, stadium 4B. Kanker itu telah menyebar ke otak, separuh tulang belakang, dan seluruh paru-paru saya sudah dipenuhi dengan tumor. Saya hanya dapat katakan, “Mana mungkin. Saya baru saja dari gym kemarin malam, apa yang terjadi?” Saya yakin anda tahu bagaimana perasaan saya – meskipun saya tidak yakin apakah anda sungguh-sungguh mengerti perasaan saya. Baru saja saya ada di puncak, keesokan harinya kabar buruk itu datang dan saya sungguh-sungguh terpuruk. Dunia saya jungkir balik.

Saya tidak dapat menerima kenyataan itu. Saya mempunyai seratusan saudara dari pihak ayah dan ibu. Dari seratus saudara itu tidak ada seorangpun yang terkena kanker. Bagi saya, dalam pikiran saya, saya memiliki gen yang baik. Saya seharusnya tidak mendapatkan penyakit mematikan ini.  Beberapa diantara saudara saya adalah perokok berat, tetapi kenapa saya yang terkena kanker paru-paru? Saya menyangkali kenyataan ini.

Pertemuan dengan Tuhan
Oleh karena itu keesokan harinya, saya masih tidak menerima apa yang sedang terjadi. Saat itu saya sedang terbaring di meja operasi untuk di-biopsy untuk pemeriksaan histologi. Setelah selesai di-biopsy saya masih berbaring di ruangan operasi. Para dokter dan perawat sudah meninggalkan saya setelah menyuruh saya menunggu selama 15 menit untuk pemeriksaan rongent, yaitu untuk memastikan tidak ada pnemotorax sebagai komplikasinya.

Di sanalah saya terbaring di meja operasi, memandang dengan tatapan kosong ke langit-langit di dalam ruangan operasi yang dingin dan sepi. Tiba-tiba saya mendengar ada suara di dalam hati saya. Suara itu bukan datang dari luar. Terdengar di dalam diri saya. Suara kecil sayup-sayup ini tidak pernah terdengar sebelumnya. Suara itu dengan jelas berkata, “Hal ini terjadi kepadamu, pada saat kamu berada di puncak, karena itulah satu-satunya cara supaya kamu dapat mengerti.”

Saya berkata, “Wah, dari mana suara itu datangnya?” Anda tahu, ketika anda berkata-kata kepada diri sendiri, anda akan katakan, “OK, kapan saya harus meninggalkan tempat ini? Dimana saya akan makan malam setelah ini?” Anda akan berkata dengan kata ganti orang pertama. Anda tidak akan katakan kepada diri sendiri, “Kemana kamu harus pergi sesudah ini?” Sedangkan suara yang datang kepada saya berbicara sebagai pihak ketiga. Suara itu berkata, “Hal ini harus terjadi KEPADAMU, pada saat KAMU berada di puncak, karena inilah cara satu-satunya supaya KAMU dapat mengerti.” Pada saat itu, emosi saya meledak dan hati saya hancur dan saya menangis, sendirian di sana. Dan kemudian saya tahu, akhirnya, apa artinya untuk mengerti bahwa itu adalah satu-satunya cara untuk mengerti.

Karena saya telah begitu menyombongkan diri saya sepanjang hidup saya. Saya tidak pernah merasa membutuhkan orang lain. Saya dikaruniai talenta dan harta benda yang saya peroleh sendiri, buat apa saya perlu orang lain lagi? Saya merasa puas dengan diri saya sendiri sehingga tidak ada cara apapun bagi saya untuk mencari Tuhan.

Sesungguhnya, andaikan saja saya didiagnosa dengan sakit kanker stadium 1 atau 2, saya tentu saja akan sibuk pergi kesana kemari mencari ahli bedah paru-paru terbaik, sehingga sebagian paru-paru itu dapat dibuang dengan cara lobectomy, dan disertai dengan perawatan kemoterapi untuk pencegahan penyebarannya. Kemungkinan untuk sembuhnya sangat tinggi. Siapa pula yang perlu Allah? Tetapi saat ini saya sudah terkena stadium 4B. Tak ada seorangpun yang dapat menolong, hanya Allah.

Serangkaian kejadian terjadi setelah itu. Saya masih tidak percaya akan suara batin itu, sehingga saya tidak percaya, tidak berdoa, dan tidak merespon apapun. Tidak sama sekali. Bagi saya, mungkin saja suara itu kebetulan atau mungkin saja suara itu suara saya sendiri. Saya tidak percaya akan suara itu.

Sesudah itu saya dipersiapkan untuk mendapatkan kemoterapi. Saya mulai diterapi radiasi otak seluruhnya, selama 2-3 minggu. Sementara itu itu mereka mempersiapkan saya untuk menerima kemoterapi, diberi suplemen dan lain-olain. Salah satu obat yang dipakai untuk kemoterapi adalah Zometa. Zometa ini dipakai untuk memperkuat tulang. Sesudah sumsum tulang belakang saya dikeluarkan dari sel-sel kanker, maka tulang belakang itu akan kosong, sehingga saya perlu Zometa untuk memperkuat tulang belakang untuk menghindari dari penciutan tulang. Celakanya, salah satu efek samping  Zometa adalah bahwa zat itu dapat menyebabkan kematian tulang rahang (osteonecresis), sehingga saya harus mencabut gigi bungsu saya. Bertahun-tahun lalu gigi bungsu saya di sebelah atas sudah dicabut karena saat itu gigi bungsu atas menyebabkan sakit. Karena gigi bungsu bawah tidak menyusahkan saya, maka saya relakan saja gigi bungsu bawah itu dicabut. Oleh karena itu Danny, dokter gigi teman saya, mencabut gigi bungsu itu.

Di sanalah saya terbaring di kursi dokter gigi, bertanya-tanya kepada diri sendiri, menderita semua efek samping radioterapi, dan sekarang saya harus melewati operasi pencabutan gigi bungsu saya. Sepertinya saya belum cukup dibiarkan menderita! Saya tanyakan kepada Danny, “Hei bro, apakah ada cara lain? Apakah saya bisa lepas dari semua ini?”  Ia katakan, “Ya, kamu bisa berdoa.”

Saya jawab, “Apa ruginya? Ok lah, saya berdoa!” Maka kami berdoa. Dan saya difoto rongent gigi dulu setelah itu. Semuanya ada di sana, semua peralatan dan semuanya. Tetapi lihatlah, hasil rongent menyatakan bahwa tidak ada gigi bungsu di rahang bawah saya. Saya tahu bahwa kebanyakan orang memiliki 4 gigi bungsu, mungkin beberapa orang tidak mempunyai satupun, tetapi hilangnya 1 atau gigi bungsu, setahu saya, saya tidak yakin, hal itu jarang terjadi.

Saya masih berkata, “Ah, peduli amat!” Bagi saya, selama saya tidak perlu mencabut gigi itu, saya senang saja. Pada saat itu saya masih tidak percaya akan kuasa doa. Mungkin hal itu hanya kebetulan, apa sih artinya?

Saya melanjutkan pemeriksaan dengan dokter spesialis kanker, bertanya kepadanya, “Berapa lama umur saya?” Dia menjawab dengan enteng, tidak lebih dari enam bulan. “Walaupun sudah dikemoterapi?” Jika tanpa kemoterapi, hanya 3-4 bulan saja.

Saya tidak dapat mencerna hal itu. Sangat sulit menerima keadaan ini. Meskipun saya telah mendapatkan radioterapi, saya bergumul setiap hari, khususnya ketika saya bangun tidur, saya ingin keadaan ini hanya mimpi buruk saja, sehingga saya harapkan sesudah saya bangun tidur semua itu sirna.

Ketika saya bergumul, hari demi hari, saya semakin depresi, suatu gejala yang umum akibat penyangkalan diri, depresi bla bla bla yang harus orang lalui. Namun untuk satu alasan, saya tidak tahu kenapa, pada suatu hari yang khusus pada waktu itu saya harus menemui ahli kanker. Pada sekitar jam 2 siang, saya merasakan perasaan damai dan kelegaan yang mendadak, bahkan sebenarnya sedikit perasaan bahagia. Perasaan itu mengalir begitu saja. Tanpa ada alasan, perasaan itu datang sekitar jam 2 siang, pada waktu saya bersiap-siap akan pergi menemui dokter ahli kanker saya. Oleh karena itu saya memberitahu teman-teman saya, “Bro, saya baru saja merasa enak tiba-tiba! Saya tidak tahu kenapa, tapi perasaan itu datang begitu saja!”

Beberapa hari atau beberapa minggu kemudian saya baru diberitahu Danny bahwa ia telah berpuasa selama dua hari bagi saya, dan puasanya berakhir sekitar pukul dua siang, sehingga saya merasakan sensasi kebahagian tanpa alasan jelas. Dan saya tidak mengetahui bahwa dia berpuasa bagi saya. Setelah dia berpuasa, saya merasakan sensasinya.

Wah, sepertinya hal itu masih kebetulan deh. Saya mulai percaya sedikit, tetapi masih belum yakin benar. Ketika hari-hari berlalu, saya menyelesaikan radioterapi, sekitar dua minggu lebih. Setelah itu saya harus bersiap untuk kemoterapi, sehingga saya diberi kesempatan istirahat beberapa hari.

Lihatlah, kemungkinan hidup orang-orang terkena kanker paru-paru. Kanker paru-paru memiliki tingkat kematian tertinggi. Jika anda menambahkan tingkat kematian akibat kanker payudara, kanker usus, kanker prostat para penderita pria di Singapura dan digabungkan menjadi satu, semuanya itu tidak akan mengalahkan tingkat kematian kanker paru-paru. Hal ini terjadi karena, anda bisa membedah prostat, usus, ataupun payudara, tetapi anda tidak dapat membedah untuk menghilangkan paru-paru anda.

Memang ada 10% penderita kanker paru-paru yang dapat bertahan karena beberapa alasan tertentu, karena mereka mengalami mutasi spesifik, yang disebut mutasi EFGR. Dan mutasi itu terjadi hanya 90% di antara para wanita Asia yang tidak pernah merokok seumur hidup mereka. Bagi saya, kesempatan mutasi itu tidak besar, karena pertama saya adalah seorang laki-laki dan kedua saya adalah perokok demi pergaulan. Saya merokok satu batang sehari setelah makan malam, atau pada waktu akhir pekan ketika teman-teman menawari rokok kepada saya. Saya ini hanya perokok ringan, namun dokter ahli kanker saya mengatakan bahwa kecil kemungkinan mutasi ini terjadi pada saya.

Kemungkinan saya mengalami mutasi ini sekitar 3-4%. Itulah sebabnya saya sangat dianjurkan untuk mendapatkan kemo. Melalui doa-doa yang sungguh-sungguh dari teman-teman seperti Danny dan orang-orang lain yang tidak saya kenal, ternyata selama saya menantikan kemo, hasilnya saya mendapatkan positif EGFR. Saya katakan, “Wah, kabar baik nih!” Saya senang karena saya tidak perlu melakukan kemo pada waktu itu dan saya bisa diobati dengan tablet minum untuk mengendalikan penyakit ini.

Sesudah dan Sebelum
Dalam foto paru-paru saya terlihat titik-titk gelap. Setiap titik itu adalah tumor. Di sana ada penyebaran tumor juga (metastasis). Tumor saya ada di kedua paru-paru. Ada ribuan tumor di sana. Itulah sebabnya ahli kanker saya meramalkan, paling lama saya bertahan 3-4 bulan. Karena mutasi EGFR ini, maka saya mendapatkan pengobatan tablet minum.  Setelah dua bulan perawatan, saya melihat kemajuan. Saya masih katakan, “Ah, karena obatnya bagus.” Saya tetap belum percaya kepada Tuhan. Well, teman-teman saya masih berdoa bagi saya dan tanda-tanda tumor mulai turun, 90% tumor itu tersapu hilang selama beberapa bulan kemudian.

Anda tahu, bagi orang-orang yang mengetahui kedokteran, anda tahu angka-angka statistik. Bertahan hidup satu tahun atau dua tahun, dan pengetahuan ini tidak enak. Karena anda tahu bahwa sel-sel kanker itu tidak stabil, mereka selalu bermutasi. Mereka bisa mengalahkan dan tahan terhadap pengobatan, dan akhirnya anda kehabisan jenis obat yang dapat mengatasi kanker itu.

Oleh karena itu hidup seperti ini merupakan pergulatan mental yang sangat berat, siksaan yang berat. Menderita kanker bukan hanya persoalan fisik, tetapi ada siksaan mental yang berat. Bagaimana anda bisa hidup tanpa harapan? Bagaimana anda hidup tanpa dapat merencanakan untuk tahun-tahun ke depan? Para ahli kanker hanya bisa memastikan umur penderita sampai 1 atau 2 bulan ke depan. Saya hanya bisa bergumul untuk dapat hidup selama bulan Maret atau April 2011. Bulan April adalah titik terendah dalam kehidupan saya, saya ada dalam depresi yang paling dalam, berjuang dan bergumul untuk pulih.

Menerima Tuhan dan Damai Sejahtera
Pada hari-hari itu, ketika saya ada di tempat tidur, sedang bergumul pada siang hari, saya bertanya kepada Tuhan, “Kenapa? Kenapa saya harus melewati penderitaan ini? Kenapa saya harus bertahan melalui kesengsaraan ini? Kenapa saya?”

Ketika saya tertidur, dalam keadaan antara mimpi dan sadar, datanglah sebuah penglihatan, yang mengatakan Ibrani 12:7-8.

Perhatikanlah bahwa sampai saat itu, saya tidak pernah membaca Alkitab. Saya tidak tahu apakah itu Ibrani. Saya tidak tahu ada berapa bab dalam kitab Ibrani. Tak tahu apa-apa. Tetapi penglihatan itu mengatakan Ibrani 12:7-8 dengan sangat  jelas.

Saya tidak terlalu memikirkannya saat itu. Saya terus tidur saja. Kemudian saya bangun dan berkata, “Apa sih ruginya? Saya akan periksa lah!” Danny sudah membelikan saya sebuah Alkitab, masih baru. Saya katakan, “OK, kita coba ya.” Saya buka bagian Perjanjian Lama. Ibrani itu kedengarannya seperti kuno, seharusnya ada di Perjanjian Lama ya? Saya jelajahi Perjanjian Lama. Tidak ada Ibrani di situ. Saya kecewa.

Kemudian saya berkata, “Mungkin ada di Perjanjian Baru. Mari kita lihat!” Wow, di Perjanjian Baru, ada Ibrani lho! Kitab Ibrani 12:7-8 katakan, "Jika kamu harus menanggung ganjaran; Allah memperlakukan kamu seperti anak. Dimanakah terdapat anak yang tidak dihajar oleh ayahnya? Tetapi, jikalau kamu bebas dari ganjaran, yang harus diderita setiap orang, maka kamu bukanlah anak, tetapi anak-anak gampang.”

Saya berkata, “Wah, dari mana kata-kata ini?” Saya merasa merinding di sekujur tubuh saya. Saya katakan lagi,  “Mana bisa, ya?” Maksud saya, mana mungkin orang yang tidak pernah membaca Alkitab, mempunyai penglihatan tentang pasal dan ayat tertentu, yang menjawab secara langsung pertanyaan saya?

Saya pikir Allah memanggil saya secara langsung ketika saya terbaring tidur, bergumul dengan penyakit saya, dan bertanya kepada Allah, “Kenapa saya harus menderita? Kenapa saya harus menderita penyakit ini?” Dan Allah berkata, “Tanggunglah penderitaan sebagai hajaran karena Allah memperlakukan kamu sebagai seorang anak.”

Pada saat itu, kemungkinan hal ini terjadi bahkan lebih kecil dari kemungkinan saya mendapatkan mutasi EGFR yang positif. Tidak ada kebetulan, karena di sana ada begitu banyak ribuan atau jutaan ayat di dalam Alkitab, bagaimana saya temukan ayat-ayat Ibrani itu?

Oleh karenanya saya percaya dan berkata, “Engkau menang! Engkau menang, ya Tuhan!”

OK, saya sudah dapat diyakinkan. Dan sejak hari itu seterusnya saya mulai percaya kepada Tuhan saya. Dan saat terakhir saya mendengar suara batin itu adalah pada akhir April 2011. Suara batin di dalam diri saya pada waktu di ruang operasi dan suara pada siang hari itu ketika saya tidur itu sama. Suara itu selanjutnya berkata, “Tolonglah orang-orang lain yang ada dalam penderitaan.”

Suara itu lebih terdengar sebagai sebuah perintah, daripada sekedar pernyataan. Dan begitulah yang saya lakukan dalam perjalanan ini, menolong orang-orang lain dalam penderitaan. Saya menyadari bahwa penderitaan ini bukan hanya masalah kemiskinan. Faktanya, saya pikir banyak orang miskin mungkin lebih berbahagia dibandingkan kita yang ada di sini. Mereka begitu mudah bersyukur dengan apa yang mereka miliki, mereka mungkin sangat bahagia.

Penderitaan dapat terjadi pada orang-orang kaya. Penderitaan itu bisa berupa penderitaan fisik, penderitaan mental, penderitaan sosial dan sebagainya. Selama beberapa bulan ini, saya mulai mengerti apa artinya sukacita sejati itu. Pada waktu lampau, saya menukarkan sukacita sejati itu dengan mengejar harta kekayaan. Saya pikir sukacita sejati itu dapat diperoleh dengan mengejar kekayaan. Mengapa? Selama saya menderita di ranjang kematian saya, saya tidak menemukan sukacita apapun pada segala benda yang saya miliki – Ferrari saya, tanah saya yang akan saya bangun menjadi bungalow dan lain-lain atau pada keberhasilan bisnis saya.

Semua itu memberi kenyamanan yang KOSONG, sukacita KOSONG, tidak ada apa-apa. Apakah anda pikir saya dapat mengandalkan sukacita saya pada sekeping logam dan memberi saya sukacita sejati? Nah, hal itu tidak mungkin terjadi.

Sukacita sejati datangnya dari interaksi dengan orang-orang lain. Dan banyak kali, sukacita itu datang dalam bentuk kesombongan sesaat. Pada waktu lampau, pada saat anda mengejar kekayaan, pada hari Tahun Baru Imlek adalah waktu yang paling tepat untuk mendapatkan sukacita sesaat. Saat itu saya mengendarai Ferrari, berlagak show off, memamerkan mobil mewah saya kepada saudara-saudara, teman-teman, berkeliling ke sana kemari, sambil berpikir bahwa itu adalah sukacita sejati.

Anda mungkin kira bahwa orang-orang yang melihat anda mengendarai Ferrari akan merasa sukacita bersama anda? Apakah saudara-saudara anda berbagi kesenangan bersama anda ketika anda naik Ferrari? Sebenarnya, apa yang anda kerjakan itu hanya menimbulkan irihati, kecemburuan dan bahkan kebencian. Mereka tidak merasa bahagia bersama and, dan apa yang saya rasakan hanyalah kebanggaan sesaat. Wow, saya merasa memiliki sesuatu yang orang lain tidak punya. Dan saya pikir itu adalah sukacita.

Itu sebenarnya adalah kebanggaan sesaat dengan korban orang lain. Itu bukanlah sukacita sejati. Dan saya juga tidak menemukan sukacita apapun dengan semua itu di ranjang kematian saya.  Saya menemukan sukacita sejati dari interaksi. Selama beberapa bulan terakhir ini saya demikian terpuruk. Interaksi dengan orang-orang yang saya kasihi, dengan teman-teman saya, saudara-saudara seiman dalam Kristus, saudari-saudari dalam Kristus, dan dengan merekalah saya mampu dimotivasikan, mampu diangkat. Dengan membagikan dukacita dan kebahagian anda, itulah sukacita sejati.

Dan tahukan apa yang membuat anda tersenyum? Sukacita sejati datangnya dari menolong orang-orang lain yang ada dalam penderitaan, dan karena anda sudah mengalami hal ini, anda tahu apa itu penderitaan. Sesungguhnya, ada beberapa pasien kanker yang sering bercerita kepada saya bahwa ada orang-orang yang dapat kepada mereka dan memberitahu, “Tetaplah bersikap positif, tetaplah positif.” Yah, memang benar. Kalian mencoba berada seperti saya dan menganjurkan saya untuk positif tetapi kalian tidak tahu apa yang kalian katakan!

Namun saya punya hak. Saya sudah mengalami apa yang mereka derita. Maka ketika saya menemui mereka, berbagi penderitaan dengan mereka, saya menguatkan mereka. Saya tahu karena saya sudah mengalaminya, lebih mudah dan lebih pas saya berbicara dengan mereka.

Dan yang paling penting, saya pikir sukacita sejati datangnya dari pengenalan pribadi akan Allah. Bukan hanya sekedar tahu Allah. Maksud saya, anda dapat membaca Alkitab dan mengetahui tentang Allah, tetapi mengenal Allah secara pribadi, mempunyai hubungan pribadi dengan Allah, itulah yang paling penting. Itulah yang saya pelajari.

Sebagai kesimpulan, saya katakan bahwa semakin dini kita menetapkan prioritas-prioritas dalam kehidupan kita, semakin baik hal itu. Janganlah ikuti seperti saya – saya telah salah jalan. Saya harus mempelajarinya dengan cara yang suli8t. Saya harus kembali kepada Allah untuk berterima kasih kepada-Nya atas kesempatan ini karena saya telah mengalami tiga kecelakaan besar pada masa lalu saya: 3 kecelakaan mobil balap. Saya suka balap dan ngebut, tetapi agaknya saya selalu selamat keluar dari kecelakaan itu, walaupun mobilnya sudah terbalik. Walaupun saya dibaptis, itu hanyalah pertunjukan belaka, namun kenyataan bahwa hal ini terjadi, hal itu memberi saya kesempatan untuk kembali kepada Allah.

Beberapa hal yang saya pelajari:
1.Percayalah kepada Tuhan Allahmu dengan segenap hati – ini begitu penting.
2. Kasihilah dan layanilah orang-orang lain, bukan hanya diri kita sendiri.

Tidak ada salahnya menjadi kaya atau memiliki kekayaan. Tidak salah karena Allah telah memberikan berkat-Nya. Banyak orang diberkati dengan kekayaan, tetapi masalahnya saya pikir bahwa banyak di antara kita tidak sanggup menanganinya. Makin banyak kita memiliki harta, makin banyak kita mengingini. Saya sudah mengalaminya, sehingga semakin dalam kita menggali harta, semakin dalam kita terjerumus ke dalamnya, sehingga kita menyembah kekayaan dan kehilangan fokus penyembahan yang benar. Bukannya menyembah Allah, kita menyembah kekayaan. Itulah kecenderungan manusia.  Sukarlah keluar dari keadaan itu.

Kita semua yang ada disini adalah para profesional, dan ketika kita buka praktik dokter swasta, kita mulai menimbun kekayaan. Menurut saya, ketika kalian mulai mendapatkan dan menimbun harta kekayaan dan ketika kesempatan itu datang, ingatlah bahwa semua harta kekayaan itu bukanlah milik kita. Kita tidak sungguh-sungguh memilikinya atau mempunyai hak atas harta kekayaan itu. Semua itu adalah pemberian Allah kepada kita. Ingatlah bahwa lebih penting memperluas kerajaan-Nya daripada memperluas kerajaan kita sendiri.

Saya kira saya sudah menyampaikan semuanya, dan saya tahu bahwa kekayaan tanpa Allah itu sia-sia. Lebih penting bagi anda untuk mengumpulkan harta di sorga. Senang sekali berbagi dan terima kasih.

Catatan: Dr Richard Teo akhirnya meninggal tanggal 18 Oktober 2012 di Singapura.


Kisah ini diterjemahkan Hadi Kristadi untuk Pentas Kesaksian, dari naskah dalam bahasa Inggris.

Comments