Suatu kali
Presiden Megawati mengadakan kunjungan kerja ke Lampung. Di antara para
penyambutnya itu terdapat seorang purnawirawan ABRI. Walau wajahnya sudah
berkerut-kerut tetapi sisa-sisa kegagahan militer masih tampak dari sikap
tubuhnya. Begitu Megawati melintas di depannya, pria ini bersikap sempurna
sambil menghormati.
Langkah Bu Mega terhenti sejenak sambil mengamati wajah pria ini. Dia berusaha menggali ingatannya akan kenangan yang sudah lama sekali.
"Lho,
Paklik kok ada di sini?" tanya bu Mega setelah berhasil mengingat siapa
pria ini. "Sekarang Paklik kerja apa?" lanjut Bu Mega. "Oh,
sekarang saya menjadi hamba Tuhan di wilayah sini," jawab pria ini.
"Oh, bagus itu," kata Bu Mega.
Itulah sepenggal
kisah pengalaman R. Moch. Erwin Soetikno, SH. Ketika masih berdinas di
ketentaraan, ia pernah bertugas sebagai pengawal kepresidenan. Maka tak heran
jika Erwin sangat dekat dengan anak-anak presiden, termasuk dengan Megawati.
Erwin masih mengenang masa-masa ketika Megawati dan saudara-saudaranya main
kuda-kudaan dengannya.
Erwin pura-pura
menjadi kuda dan anak-anak presiden bergantian naik di punggungnya. Akan tetapi
huru-hara politik tahun 1965 telah mengubah jalan hidupnya. Tanpa dakwaan yang
jelas, Erwin dijebloskan ke tahanan militer. Rupanya ini bagian dari rencana
Tuhan atas hidupnya. Justru di dalam penjara ini, dia melihat penampakan Yesus.
Bagaimana kisah pertobatannya?
Ikutilah
kesaksian ketua umum tim "Mawar dari Saron" ini, yang dituturkan
kepada Purnawan Kristanto.
Mengenal Yesus di tengah Rasa Sepi.
Aku mulai
mengenal Yesus di penjara, tepatnya di Rumah Tahanan Militer Kodam 08,
Brawijaya. Hidup jauh dari anak dan isteri, membuatku merasa kesepian. Untuk
membunuh rasa itu, aku lalu meminjam buku bacaan pada salah seorang kopral di
penjara. Karena tak punya bacaan lain, kopral yang bernama Yohanes itu
meminjamkan Alkitabnya padaku. Dalam waktu 40 hari aku dapat membaca tuntas isi
Alkitab mulai dari Perjanjian Lama hingga Perjanjian Baru. Dari Alkitab yang
masih tertulis dalam bahasa Indonesia ejaan lama itu, aku banyak membaca
ayat-ayat yang "menyakiti" hatiku sebagai umat penganut agama lain.
Namun, justru
karena itulah aku jadi makin bersemangat mendalami Alkitab. Aku mulai gelisah
saat membaca, "Akulah jalan
kebenaran dan hidup. Tidak ada seorang pun yang datang kepada Bapa, kalau tidak
melalui Aku" (Yoh 14:6).
Selama lebih
dari setahun, tepatnya sejak tanggal 11 Agustus 1968 hingga 10 Juni 1969, aku
tidak mempunyai kegiatan selain mempelajari Alkitab. Sejak dulu, aku memang
termasuk pemeluk agama yang fanatik dan senang mempelajari kitab. Setelah
sekian lama mendalami Alkitab, akhirnya aku mendapat jawaban atas semua
pertanyaanku selama ini. Seketika itu juga, pandanganku terhadap orang Kristen
berubah. Aku tidak lagi menganggap mereka kafir, sebaliknya aku malah ingin
berdoa dengan cara Kristen.
Dikunjungi Yesus di Penjara.
Sejak itu, setiap
kali bangun atau sebelum tidur, sesudah atau sebelum makan aku selalu
memanjatkan "Doa Bapa Kami" karena hanya itulah doa yang aku tahu.
Hingga pada suatu siang di tahun 1969, aku mengalami peristiwa besar yang
membuatku makin percaya pada Yesus. Saat sedang terbaring di pembaringanku di
penjara tiba-tiba ada sinar terang benderang masuk ke ruanganku. Bersamaan
dengan sinar itu aku melihat sosok Yesus berdiri dengan tangan yang masih
nampak bekas lukanya mengarah padaku seakan memberi salam berkat.Penampakan itu
hanya terjadi dalam waktu sekejap saja. Aku yakin sekali, dia pasti Yesus
karena wajahnya sama persis dengan gambar yang sering aku lihat ketika SMA
dulu.
Setelah melihat
penampakan itu, aku jadi semakin mantap ikut Yesus. Rasanya, Dia mengajariku
secara langsung. Aku belajar ayat-ayat yang menurutku sangat dahsyat seperti
tentang iman sebesar biji sesawi yang bisa memindahkan gunung (Mat. 17:20).
Untuk lebih mendalami imanku, aku melakukan doa dan puasa selama 50 hari
berturut-turut. Waktu itu aku juga berjanji pada Tuhan, kalau saja aku dapat
bebas tanpa proses pengadilan, aku akan menjadi Kristen. Dan, mulai tanggal 10
Juni 1969 aku memenuhi janji itu karena aku dibebaskan dari penjara tanpa
syarat.
Isteri Minta Cerai.
Selepas dari
penjara, aku langsung pulang ke daerah asalku, Lampung untuk berkumpul kembali
dengan isteri dan keenam anakku. Suatu hari, ketika kami makan, isteriku sangat
kaget melihat aku berdoa dengan cara yang berbeda. Saat itu aku baru berterus
terang kalau aku sudah memeluk Kristen. Begitu mendengar berita itu, isteriku
langsung marah dan pergi meninggalkanku untuk kembali ke rumah orang tuanya.
Tak hanya itu, dia bahkan langsung mengajukan gugatan cerai. Dia menganggap
pernikahan kami telah batal karena aku berpindah agama. Ternyata, niat isteriku
tidak direstui oleh orang tuanya bahkan jika isteriku nekad minta cerai maka
mereka akan mengusirnya dari rumah. Adat Lampung Seputih, kampung asal
isteriku, memang tidak mengenal istilah cerai. Aku dan isteriku sempat pisah
rumah selama kurang lebih tiga tahun. Ketika akhirnya ia kembali ke rumah, kami
tetap beribadah dengan cara masing-masing karena aku memang tidak mau memaksa
dia. Sementara itu, aku makin mantap mendalami kekristenan.
Pada tahun 1970,
aku belajar di sebuah sekolah Alkitab di Surabaya. Setelah selesai, masih pada
tahun yang sama aku menjadi pendeta di GPI, Sumatera Utara. Meski aku sudah
jadi pendeta, isteriku masih tetap menjalankan ibadahnya. Aku pun mendapat
tantangan yang sangat keras darinya. Dia sering memarahi anak-anakku yang waktu
itu masih SD karena mereka ikut ke Sekolah Minggu. Tak hanya itu, dia juga
sering menanyakan kapan aku akan kembali ke agamaku yang dulu. Aku berusaha
menerangkan kebenaran Firman Tuhan tetapi dia masih mengeraskan hatinya. Ketika
anak-anak duduk di bangku SMP, isteriku mulai sedikit berubah. Ia tidak lagi
menganiaya anak-anak bahkan sebaliknya, dia sudah mulai berdoa.
Isteri Minta Dibaptis
Sampai Oktober
1984, isteriku masih tetap menanyakan kapan aku kembali beribadah dengan cara
seperti dia. Aku langsung menjawab, "Besok, ketika kita sarapan
pagi!". Mendengar jawaban itu, isteriku malah menantang, "Kenapa
tidak malam ini saja?" Aku pun menjawab tantangan isteriku. Malam itu juga
aku meminta dia mengumpulkan saudara-saudara untuk menjadi saksi. Di hadapan
mereka, aku mengutip salah satu ayat dalam kitab suci agamaku yang dulu.
Menurut pemahamanku, ayat itu memperbolehkan seseorang memiliki istri lebih
dari satu. Aku lalu mengajukan syarat itu untuk kembali ke agamaku. "Asal
boleh punya isteri lebih dari satu, aku mau kembali," Begitu kataku dan
Isteriku menanggapi pernyataan itu tanpa kata, hanya matanya yang melotot
menandakan ketidaksetujuannya atas syarat yang aku ajukan. Sebulan setelah
kejadian itu, isteriku membuat kejutan. Dia menyatakan keinginannya untuk
dibaptis. Tetapi ia tidak mau pembaptisan itu dilakukan olehku dan di Lampung.
Dia memilih dibaptis oleh salah satu murid terbaikku di Sekolah Alkitab GPI.
Waktu itu aku sudah menjadi pendeta wilayah di daerah Lampung, Sumatera
Selatan, Padang dan Riau. Tanggal 14 November 1984, akhirnya isteriku menjadi
pengikut Kristus ditandai dengan pembaptisan di kolam di Caltex Pasific
Indonesia, Rumbai - Pekanbaru Riau.
Menjadi Isteri Yang Saleh
Sejak itu, dia
menjadi seorang Kristen yang sangat taat, bersemangat dan hafal hampir semua
isi Alkitab bahkan jauh lebih hafal dibandingkan aku. Dia menjadi tempatku
bertanya jika aku lupa isi suatu ayat. Kami berdua sering melakukan doa dan
puasa. Meski tidak terlibat pelayanan secara intensif, dia kerap bersaksi akan
kasih Kristus dalam kehidupannya di mana pun ia berada. Hasilnya, banyak
penduduk asli Lampung yang percaya pada Kristus, salah satunya Pdt. Siti
Umayah. Ya, isteriku menjadi seorang Kristen yang sangat bersenang hati dan
mendukungku dalam pelayanan. Hingga akhir hayatnya, dia tetap memegang teguh
kepercayaannya pada Kristus. Tanggal 11 Desember 1999, isteriku menghadap Tuhan
dengan tenang, dalam keadaan tidur dan tanpa merasakan sakit. Saat ini, aku
menjadi ketua tim "Mawar Dari Saron" sebuah lembaga pelayanan yang
khusus bergerak di bidang pemberian beasiswa untuk sekitar 116 hamba Tuhan yang
tinggal di pedesaan dan tersebar di Lampung, Bengkulu, Jambi, Sumatera Selatan
dan Jawa.
Kini,
seluruh hidupku kupersembahkan hanya untuk kemuliaan nama-Nya. Amin. Tuhan
memberkati.
Kumpulan Kesaksian:
No comments:
Post a Comment