Friday, October 12, 2012

Merayu wanita untuk percaya


By Admed, Mesir
Saya selalu menghina senyum di wajah mereka (orang Kristen) ketika kami mengkritik, menyakiti, atau merendahkan mereka... Kini saya tahu alasan senyuman mereka. Itu karena kasih, pengampunan, dan toleransi terhadap musuh mereka. Itulah karakteristik orang Kristen yang membawa damai

Sementara elemen-elemen tirani dan ekstremis yang hidup di Iran dan Palestina bisa jadi tidak terlalu mengejutkan dunia Barat – terutama setelah peristiwa 11 September – apa yang terjadi di Mesir sangat mengejutkan. Sedihnya, negeri para Firaun yang merupakan tempat penting yang harus dikunjungi jutaan turis ini juga merupakan sarang ekstremis Islam.

Lagipula, Mesir adalah tempat kelahiran tangan kanan Osama Bin Laden, Ayman Al-Zawahiri. Walaupun dilahirkan dari golongan aristokrat dan dilatih sebagai seorang ahli bedah, Zawahiri, seperti halnya banyak orang muda lain di Mesir, menyangkali latar-belakangnya yang istimewa dan malah lebih tertarik kepada Islam radikal melalui pengajaran Sayyid Qutb, orang yang gagasan-gagasannya membawa organisasi jihad Islam menyatu dengan kekuatan Osama Bin Laden. Bersama-sama mereka membentuk al-Qaeda dan hasilnya adalah catatan sejarah yang tragis. Ini adalah latar-belakang kisah Ahmed Awny Shalakamy.

Hari ini Ahmad percaya bahwa ia adalah saksi hidup bahwa system kepercayaan yang menyesatkan dapat menginspirasi orang untuk melakukan kejahatan-kejahatan yang tidak terbayangkan. Ia mengakui bahwa ketika ia masih muda, ia sangat dipenuhi dengan kebencian sehingga ia pergi dengan membawa sebuah parang dan membunuh 2 orang Sikh yang tidak berdosa - seorang ayah dan anaknya laki-laki. Pada kesempatan lain, seorang Bangladesh beragama Hindu ditangkap di jalan, kemudian diseret Ahmed ke mesjid, lalu dipukulinya sampai mati. Ratapan si korban agar ia tidak dibunuh seperti tidak berdampak pada penyembah fundamentalis ini yang terus meneriakkan “Bunuh orang kafir!” Dalam kesaksian ini, Ahmed juga menceritakan bagaimana ia merayu wanita-wanita non-Muslim untuk memeluk agama Islam, dan setelah pertobatan mereka kepada Islam ia mengarak mereka di jalan-jalan untuk mempermalukan keluarga mereka.

Ahmed sekarang telah mengalami perubahan 180 derajat dalam cara berpikirnya dan menuliskan kesaksiannya karena ia kemudian percaya bahwa manusia tidak dilahirkan jahat tetapi menjadi jahat melalui indoktrinasi. Kini ia menghabiskan hidupnya untuk mencari wanita-wanita yang telah ia tobatkan kepada Islam dan menolong mereka untuk membangun kembali hidup mereka yang telah turut dihancurkannya dahulu.

Ahmed mempunyai pesan bagi semua orang yang membaca kesaksiannya: terorisme bukanlah sebuah cara hidup, tetapi sebuah jalan kematian. Sampai kita menghentikan Islam radikal, tak seorangpun yang aman. Dan ia kuatir orang-orang Barat tidak menyadari ancaman ini sampai sudah sangat terlambat.

Penebusan
Saya dibesarkan di Giza, Mesir. Ayah saya adalah seorang kontraktor bangunan dan terlibat dalam kegiatan-kegiatan Islam. Ia adalah ketua salah satu asosiasi Islam lokal dan bertugas untuk menyuarakan adzan. Ia juga memberi pelajaran-pelajaran tentang Islam dan kadangkala berceramah di mesjid pada hari Jumat.

Ayah saya membenci orang Kristen. Ia mengajari saya bahwa mereka adalah orang-orang kafir yang berselisih dengan sesamanya sendiri dengan mengatakan bahwa Yesus Kristus adalah Tuhan sementara kitab (Alkitab) mereka yang dipalsukan itu mempunyai ayat-ayat yang membuktikan bahwa Yesus hanyalah seorang nabi. Itu semua adalah bagian dari retorika yang biasa kami dengar dari pengeras suara di mesjid yang memekakkan, dan dari radio dan kaset yang diputar di jalan-jalan. Dalam atmosfir seperti itu, seorang anak Muslim di Mesir disusui dengan ASI dan kebencian.

Asosiasi ayah saya bergerak di berbagai bidang. Mengelola asrama putri, sebuah bengkel, klinik, taman kanak-kanak, sebuah madrasah untuk mempelajari Qur’an, dan sebuah seksi untuk dakwah Islam. Tujuan utamanya adalah untuk mengislamkan orang dengan cara apa pun.

Selama masa pemerintahan almarhum presiden Anwar El Sadat, Imam Besar di El Azhar Mohammad Abdel Halim Mahmoud, terlibat dalam persekongkolan dengan wakil presiden Mr.Hussein el Shafei. Sheikh Keshk juga terlibat dalam perencanaan bersama Mohammad Osman Ismail, mantan gubernur Assiut, dan Mohammad Abdel Mohsen Saleh. Baik Ismail dan Saleh adalah pendiri berbagai asosiasi yang mengislamkan orang yang bermunculan, dan ayah saya terlibat di dalamnya.

Tujuan dari kelompok-kelompok ini adalah untuk menjadikan Mesir sebagai negara Islam dalam periode 50 tahun. Para anggota keluarga bangsawan Saudi, yang berhubungan dengan gerakan Wahabi dan raja-raja minyak dari Teluk, mendanai rencana ini. Uang dihamburkan untuk menipu wanita-wanita dan gadis-gadis Kristen dengan cara apapun. Biaya yang dikeluarkan di tahun 70-an dan awal 80-an kira-kira sebesar 5000 pound Mesir untuk menjerat tiap gadis. Uang itu dibagikan sehingga si pria Muslim yang menjerat wanita Kristen dan mentobatkannya kepada Islam dapat memperoleh separoh dari uang itu dan anggota-anggota polisi dan asosiasi yang bekerjasama untuk hal ini akan mendapatkan yang separohnya lagi.

Upaya asosiasi ini terus berlanjut di Mesir dan bayaran untuk menobatkan orang dengan penipuan ini menjadi semakin tinggi. Sekarang rata-rata bayaran untuk seorang gadis biasa adalah 10.000 pound Mesir dan bayaran itu akan menjadi 200.000 pound Mesir jika gadis itu berasal dari keluarga Kristen yang ternama, atau putri dari seorang profesor di perguruan tinggi, seorang wakil menteri, atau kerabat dari seorang rohaniwan.

Sama seperti ayah saya, saya juga terlibat dalam asosiasi ini. Setelah kami berhasil mentobatkan seorang wanita Kristen, kami akan mengejek orang-orang Kristen dengan mengarak gadis yang telah menjadi Islam itu di jalanan. Kami memainkan musik keras-keras dan melambaikan benderabendera sambil berteriak “Allahu Akbar” untuk mendeklarasikan kemenangan Islam. Kami juga akan mengumandangkan slogan-slogan untuk mempermalukan orang Kristen. Tidak ada orang Kristen yang menghalangi parade yang dijaga ketat polisi ini.

Ini adalah sebuah praktek yang normal hingga tahun 1985, ketika parade semacam itu mulai dilarang. Namun demikian, kami terus melanjutkan kampanye kami untuk mentobatkan wanita-wanita Kristen. Kami berfokus untuk mentobatkan mereka kepada Islam karena kami percaya ini adalah suatu bentuk penghinaan yang besar terhadap orang Kristen. Di dunia Timur, kehormatan seorang pria terletak pada putrinya, saudari atau istrinya, maka dengan mempermalukan salah satu dari antara mereka adalah penghinaan yang luar biasa terhadap pria itu.

Kami menggunakan segala macam tipuan untuk memerangkap mereka. Terutama kami akan mempermainkan emosi dan hati mereka. Kami juga akan membuat para wanita itu terlibat dalam skandal moral dan menggunakan hal itu untuk memaksa mereka melakukan apa yang kami inginkan. Inilah yang saya lakukan ketika saya terlibat dengan asosiasi itu. Selain menerima bayaran untuk pekerjaan itu, saya yakin saya akan menerima pahala tambahan atas tiap keberhasilan saya membuat seorang wanita Kristen masuk Islam, saya akan mendapatkan sebidang tanah di surga. Kisah-kisah berikut ini adalah tentang wanita-wanita yang sudah saya perangkap ke dalam Islam dengan cara-cara menipu.

Fatima wanita pertama yang percaya kepada saya
Fatima sebenarnya berasal dari Kairo dan masuk ke perguruan tinggi di kota tempat tinggal keluarga saya. Waktu itu adalah tahun pertama saya di perguruan tinggi, dan ini adalah tugas pertama saya untuk mentobatkan orang. Dia sangat cantik. Dia mempunyai beberapa teman wanita Muslim yang mengatakan pada saya bahwa dia mudah sekali dijebak. Mereka mengatur supaya saya dapat bertemu dengannya dan saya bersikap seolah-olah saya jatuh cinta berat padanya, menatapnya dengan penuh hasrat dan suara bergetar yang dibuat-buat.

Saat pertama kali saya berbicara dengan Fatima, saya menanyakannya beberapa hal mengenai iman Kristen. Saya sadar bahwa saya harus mengubah taktik saya jika saya ingin menjebaknya. Saya mulai menyakinkannya bahwa saya mencintainya dan saya berjuang keras sampai ia takluk kepada saya. Teman-teman wanitanya sadar apa yang sedang terjadi dan menolong saya dengan cara menceritakan padanya tentang cinta saya kepadanya. Saya mengatakan padanya bahwa kita dapat menikah dan mempertahankan agama kita masing-masing, karena Islam mengijinkan orang Muslim untuk menikahi Para Ahli Kitab (orang Yahudi dan Kristen - Red) karena mereka percaya kepada Tuhan. Saya berhasil dan kemudian dia hamil.

Diam-diam saya pergi ke gereja beberapa kali dengannya dan saya bahkan membeli buku-buku Kristen, lambang-lambang Kristen, dan roti perjamuan untuk meyakinkannya bahwa saya pengagum kekristenan. Saya mengatakan padanya bahwa saya akan sangat senang menjadi orang Kristen, tapi saya tidak dapat melakukannya karena saya akan dibunuh. Kemudian saya mengatakan padanya bahwa saya mencintainya dan tidak dapat hidup tanpanya dan jika dia masuk Islam, dia tidak akan dibunuh, karena dia sedang mengandung anak kami – buah cinta kami.

Dia ketakutan dan tidak tahu harus berbuat apa. Pada waktu itu, saya memintanya untuk tidak memutuskan hubungannya dengan gereja, tetap bersikap seperti biasa, dan sebagai kamuflase pergi ke gereja pada hari Kamis untuk pengakuan dosa, hari Jumat untuk komuni, dan pada hari Minggu mengikuti Misa. Dia mengikuti instruksi saya dan pada suatu hari, sesuai instruksi saya, dia datang dengan membawa koper dan perhiasan emas, dan kami bermalam di rumah saya di jalan Gameat El Dewal El Arabia. Pada Sabtu pagi, dia ada janji untuk bertemu dengan orang yang berwenang di El Azhar. Saya merancangkan pelariannya ke kota tempat studinya dan tempat tinggal saya sampai ia menyelesaikan studinya. Kemudian saya mengganti namanya menjadi Fatima El Zahra Mohammad Ali El Mahdi.

Upaya keluarganya dan orang Kristen lainnya untuk membawanya pulang hanyalah sia-sia. Saya memastikan bahwa dialah yang berkeras menolak pulang dan saya mencuci otaknya. Usaha saya berhasil dan ia menjadi sangat yakin bahwa dia sekarang menyembah Tuhan Islam yang benar.


Setelah lima minggu kemenangan saya untuk Islam dan menerima uang bayaran saya, saya memutuskan untuk menceraikan pelacur tidak beriman ini. Bagi saya dia murahan dan hanyalah obyek untuk memuaskan nafsu. Saya beralasan bagaimana mungkin saya memiliki anak darinya yang dalam darahnya mengalir darah orang-orang kafir Kristen. Saya memerintahkannya untuk melakukan aborsi dan saya menggunakan hak saya yang sah (sebagai pria Muslim – Red) untuk memukulinya. Saya juga mewajibkannya bekerja untuk mencari makan bagi dirinya. Saya mengatakan padanya bahwa dia harus melayani para tuan Muslimnya yang memberinya tempat bernaung dan yang telah menyelamatkannya dari hal yang mempermalukannya.

Saya mulai berpikir untuk mengulangi permainan yang sama dengan wanita lain, sehingga saya dapat mengabdikan hidup saya, agama saya, dan hidup saya di akhirat. Saya percaya bahwa dengan melakukan hal ini saya telah menjalankan agama saya dengan membuat orang kafir memeluk Islam; saya hidup dengan baik dengan mendapat bayaran; dan saya mempersiapkan diri untuk akhirat dengan memiliki banyak lahan atas nama saya di Surga Saya juga mempunyai tukang bersih-bersih rumah yang tidak usah dibayar. Dia harus bekerja untuk dapat makan dan jika saya ingin memakai dia untuk bersenang-senang, dia akan menjadi pelacur saya.

Saya menikmati ketika menyakiti, memukuli, dan menghina Fatima. Saya sangat yakin dia tidak benar-benar memeluk Islam dan bahwa dia hanya menuruti insting kewanitaannya saja. Semua ini membuat saya semakin berniat untuk balas dendam padanya. Fatima tinggal bersama saya selama 3 tahun, 7 bulan dan 12 hari. Selama itu, saat dia tinggal bersama saya, saya telah mentobatkan 8 gadis lainnya kepada Islam.

Ketika saya berjumpa dengan Abir, dia sedang menuntut ilmu di sebuah perguruan tinggi yang terletak satu setengah jam dari rumahnya. Dia berasal dari keluarga kaya. Kedua orang-tuanya adalah dokter dan saudara-saudara laki-lakinya adalah dokter angkatan bersenjata Mesir. Walaupun dia pergi ke gereja, dia bukanlah soerang yang religius. Abir adalah orang yang mudah bergaul dan bersahabat baik dengan orang Muslim maupun Kristen. Selain dari keramahannya, tidak mudah bagi kami untuk menjangkaunya dan terpaksa kami harus melakukan sesuatu yang curang. Sebagai pria Muslim kami percaya bahwa kami sedang berada dalam perang yang tak henti-hentinya dengan “orang-orang kafir yang najis”, dan oleh karena itu tidak apa-apa jika kami menipu mereka.

Pada suatu hari saya didatangi seorang pria muda Muslim yang mengatakan pada saya bahwa ia ingin menikahi Abir dan meminta saya menolongnya untuk membujuk Abir supaya masuk Islam. Setelah melakukan banyak perencanaan, saya mendapati bahwa sahabat karib Abir adalah seorang gadis Muslim yang religius. Namun, ia menganggap Abir sebagai saudarinya dan saya sangat terusik dengan hal itu. Maka saya mengunjungi gadis Muslim itu dan berbicara padanya mengenai iman Kristen yang merusak itu dan mengingatkannya akan apa yang dikatakan Allah di dalam Qur’an: “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengambil orang-orang Yahudi dan Nasrani menjadi pemimpin-pemimpin (mu);...Barangsiapa diantara kamu mengambil mereka menjadi pemimpin, maka sesungguhnya orang itu termasuk golongan mereka. Sesungguhnya Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang lalim” (Surah 5:51). Saya mengatakan padanya bahwa jihad terhadap mereka adalah tugas setiap Muslim dan dia harus memberi sumbangsih untuk kemenangan Islam. Gadis Muslim itu percaya bahwa saya benar dan bertanya apa yang harus dilakukannya. Saya mengatakan padanya agar ia tidak menunjukkan kebencian terhadap teman Kristennya itu, tetapi memperlakukannya sebagaimana biasa dan bahkan berusaha untuk mempererat persahabatan mereka dan mengikuti semua instruksi saya.

Kemudian saya pergi ke seorang ahli farmasi Muslim yang adalah anggota asosiasi kami dan meminta padanya obat untuk menghasilkan halusinasi. Saya mengatakan padanya mengapa saya memerlukan obat itu. Ia mengatakan pada saya bahwa ia juga ingin memberi sumbangsih bagi kemenangan Islam dan oleh karena itu ia setuju untuk menyiapkan obat itu. Lalu saya memberikan obat itu kepada gadis Muslim itu dan mengatakan padanya untuk melarutkan 2 tablet dalam segelas susu dan memberikannya pada Abir untuk diminum, dan kemudian segera memanggil kami jika ia melihat ada perubahan pada Abir.

Gadis Muslim itu segera memanggil kami ketika Abir mulai berhalusinasi dan kehilangan kontrol di apartemennya. Kami tiba disana dengan membawa sebuah kamera dan video perekam. Kami mulai bercanda dengan Abir dan dia menanggapi, tidak sadar dengan apa yang sedang kami lakukan sampai teman saya berhasil menelanjanginya dan membawanya ke kamar tidur.

Saya merekam semuanya dengan video dan mengambil gambar selama kira-kira 3 jam. Ketika Abir mulai siuman, ia menyadari apa yang telah terjadi dan mulai menjerit dan menangis. Ia menghina kami, Islam, dan nabi Islam, dan mencoba merobek Qur’an milik sahabatnya. Saya menunjukkan rekaman video dan foto-fotonya dan mengancam akan memperbanyak dan membagikannya kepada keluarganya, juga kepada keluarga-keluarga Kristen lainnya. Saya mengingatkannya bahwa ia akan dipermalukan oleh karena skandal ini. Ia menangis dan tersungkur di lantai, menciumi sepatu kami dan memohon agar kami tidak melakukan hal itu, tetapi kami bersikeras bahwa dia harus melakukan apa yang kami perintahkan padanya, karena dia tahu bahwa saudara-saudara laki-lakinya dan kerabatnya bahkan mungkin akan membunuhnya jika mereka melihat isi video itu.

Dia menyerah. Air mata dan keputus-asaannya membuat saya bersukacita. Selama beberapa minggu berikutnya, dia mengikuti kami ke asosiasi dimana otaknya dicuci oleh para sheikh. Ia tidak dapat membantah apapun yang dikatakan mereka. Dia sangat bersusah hati dan tidak pernah berhenti menangis.

Kami mengajarinya apa yang harus dikatakannya sebelum saatnya untuk dia pergi ke kantor polisi. Dia mengikuti instruksi-instruksi kami ketika dia diwawancarai oleh polisi. Dan ketika seorang petugas polisi bertanya padanya mengapa dia ingin masuk Islam, ia berkata bahwa nabi Muhammad datang padanya dalam sebuah mimpi dan menyapanya dengan salam Islam, memanggilnya “Aisha”. Yesus juga ada dalam mimpi itu, menyapanya dengan sapaan Islam, dan mencela semua orang Kristen, berkata bahwa tiada Tuhan selain Allah. Ia berkata Yesus mengatakan padanya bahwa Dia (Yesus) adalah hamba dan nabi Allah dan Muhammad adalah nabi Allah. Lalu katanya, Yesus mencium kepala Muhammad dan memintanya untuk mengulangi ucapannya yang merupakan kata-kata Allah yang terdapat di dalam Qur’an: “Barangsiapa mencari agama selain Islam, maka sekali-kali tidaklah akan diterima (agama itu) daripadanya, dan dia di akhirat termasuk orang-orang yang rugi”. (Surah 3:85)

Dia mengatakan hal ini tidak hanya kepada petugas polisi, tetapi juga kepada anggota keluarganya dan pendeta-pendeta yang datang mengunjunginya. Reaksinya selama kunjungan-kunjungan itu, yang disebut sesi konseling, kami awasi dan telah mendapat persetujuan dari polisi sebelumnya. Semuanya hanyalah kebohongan dan walaupun ia dikunjungi oleh pendeta yang berbeda-beda, ia hanya dapat mengatakan apa yang telah kami ajarkan padanya.

Setelah semua prosedur resmi selesai, kami memberinya identitas baru dan nama Islam: Aisha Abdalla Elmahdy. Kami telah menuntaskan rencana kami dan pria Muslim itu, Yasser, seorang mujahid, mendapatkan gadis yang diinginkannya dan juga bayarannya yang cukup banyak karena Abir berasal dari sebuah keluarga Kristen yang terpandang. Saya menerima bayaran 25% dari bagiannya, ditambah bagian saya dari jumlah yang saya bayarkan kepada pihak-pihak yang turut terlibat.

Keluarga Aisha kehilangan kehormatannya dan sangat dipermalukan. Akibatnya, ibunya menutup apotiknya dan ayahnya menjual kliniknya. Mereka pindah ke tempat lain dimana mereka dapat menghilang di keramaian orang banyak dan terlepas dari skandal itu. Lalu Aisha menikah dengan Yasser dan hidup sebagai orang buangan, karena ia tidak disukai keluarga suaminya. Ia baru menjalani pernikahannya selama 2 bulan ketika Yasser mengatakan padanya bahwa ia sudah muak dengan Aisha dan ingin menceraikannya. Yasser menceraikannya dan membuangnya ke jalanan.

Oleh karena dia adalah saudari kami dalam Islam maka ia tidak boleh tinggal di jalanan, saya membawanya ke sebuah asosiasi. Disana ia tinggal dan bekerja sebagai pembantu, membersihkan klinik supaya ia dapat membayar sewa dan membeli makanan. Dia tinggal disana selama 3 bulan hingga telah diijinkan secara sah untuk menikah lagi. Calon pengantin prianya adalah seorang Muslim yang tahu kisah hidup Aisha. Dia adalah seorang kuli, sudah menikah dan mempunyai 6 anak. Pada siang hari, ia bekerja di bengkel pemeliharaan di kantor administrasi pemerintah. Aisha tidak mau menikahinya dan memohon kepada kami agar ia tidak usah menjalaninya. Kami mengabaikannya, dan ia dipaksa menikahi pria yang tidak disukainya.

Aisha hidup dalam kesengsaraan. Ia bekerja sebagai pembantu untuk membersihkan rumah dan menjual sayur-mayur supaya dapat member makan suaminya dan anak-anak suaminya. Sulit sekali membayangkan bahwa dulunya dia adalah seorang mahasiswi dari keluarga dokter yang kaya raya. Hidupnya sudah hancur. Setelah 5 bulan menikah suaminya yang kedua menceraikannya. Oleh karena dia sudah pernah menikah 2 kali, maka ia tidak menikah lagi dan oleh karena banyak orang sudah mengetahui soal rekaman video dan foto-fotonya waktu ia dibius, ia dianggap najis. Ia menjadi gelandangan dan harus bermalam di tenda-tenda darurat dimana ia hidup dalam kondisi yang tidak manusiawi. Ketika ia telah sangat terpuruk ia berteriak: “Tuhan kasihanilah saya”. Tuhan berbelas-kasihan dan menjawab doanya.

Ketika ia masih menjadi gelandangan, saya menjadi orang Kristen dan saya berusaha mencari gadis-gadis yang telah saya tipu untuk masuk Islam. Saya menemukannya dan mengunjunginya bersama istri saya, yang telah kembali ke gereja. Saya dan istri saya memeliharanya di rumah kami. Kami berusaha menginformasikan pada orang-tuanya tentang situasi Aisha, sehingga saya mengirim seorang kerabat istri saya bersama dengan seorang pendeta, yang berbincang dengan mereka. Mereka semua menangis mendengar berita itu dan menunjukkan kerinduan mereka untuk bertemu dengannya. Reuni keluarga itu diadakan di sebuah gereja di Kairo. Sebuah reuni yang sangat berkesan. Saya menyangka keluarganya akan memukulinya, namun ternyata tidak, dan mereka sangat gembira karena telah bertemu dengannya.

Ketika keluarganya memeluk dan menciuminya, saya sangat tersentuh oleh kasih yang saya lihat sehingga membuat saya keheranan mengapa kami menyakiti orang-orang Kristen begitu rupa. Saya dulu selalu menghina senyum di wajah mereka ketika kami mengkritik, menyakiti, atau mempermalukan mereka. Biasanya saya berkata pada diri sendiri senyuman mereka adalah senyuman kelicikan karena mereka adalah kaum minoritas dan tidak dapat menandingi kami orang Muslim. Sekarang saya tahu alasan di balik senyuman itu. Itulah kasih mereka, pengampunan, dan toleransi terhadap musuh-musuh mereka. Itulah karakter Kristen yang membawa damai.

Setelah Abir bertemu dengan keluarganya, ia kembali pulang bersama mereka. Mereka menyambutnya dengan kasih dan kebaikan seperti kisah anak yang hilang yang dicatat dalam Alkitab. Ibunya membelikannya pakaian yang bagus dan ayahnya membelikannya perhiasan. Mereka merayakan kepulangannya dan mengulangi kalimat di dalam Alkitab (“Putri kami sudah mati dan sekarang hidup kembali, ia terhilang dan sekarang telah ditemukan”).

Sebuah permohonan disampaikan kepada Konsil Rohaniwan untuk mengesahkan kembalinya Abir ke kekristenan, dan itu disetujui. Seorang pengacara Kristen dengan sukarela memberikan petisi kepada pengadilan untuk mengembalikan lagi padanya nama Kristennya dan kartu identitas dirinya. Pengadilan mengabulkan permohonan itu. Kini dia tinggal di Perancis bersama suami dan putrinya.


No comments:

Post a Comment