Saya selalu menghina senyum
di wajah mereka (orang Kristen) ketika kami mengkritik, menyakiti, atau
merendahkan mereka... Kini saya tahu alasan senyuman mereka. Itu karena kasih,
pengampunan, dan toleransi terhadap musuh mereka. Itulah karakteristik orang
Kristen yang membawa damai
Sementara elemen-elemen
tirani dan ekstremis yang hidup di Iran dan Palestina bisa jadi tidak terlalu
mengejutkan dunia Barat – terutama setelah peristiwa 11 September – apa yang
terjadi di Mesir sangat mengejutkan. Sedihnya, negeri para Firaun yang
merupakan tempat penting yang harus dikunjungi jutaan turis ini juga merupakan
sarang ekstremis Islam.
Lagipula, Mesir adalah
tempat kelahiran tangan kanan Osama Bin Laden, Ayman Al-Zawahiri. Walaupun
dilahirkan dari golongan aristokrat dan dilatih sebagai seorang ahli bedah,
Zawahiri, seperti halnya banyak orang muda lain di Mesir, menyangkali
latar-belakangnya yang istimewa dan malah lebih tertarik kepada Islam radikal
melalui pengajaran Sayyid Qutb, orang yang gagasan-gagasannya membawa
organisasi jihad Islam menyatu dengan kekuatan Osama Bin Laden. Bersama-sama
mereka membentuk al-Qaeda dan hasilnya adalah catatan sejarah yang tragis. Ini
adalah latar-belakang kisah Ahmed Awny Shalakamy.
Hari ini Ahmad percaya bahwa
ia adalah saksi hidup bahwa system kepercayaan yang menyesatkan dapat
menginspirasi orang untuk melakukan kejahatan-kejahatan yang tidak
terbayangkan. Ia mengakui bahwa ketika ia masih muda, ia sangat dipenuhi dengan
kebencian sehingga ia pergi dengan membawa sebuah parang dan membunuh 2 orang
Sikh yang tidak berdosa - seorang ayah dan anaknya laki-laki. Pada kesempatan
lain, seorang Bangladesh beragama Hindu ditangkap di jalan, kemudian diseret
Ahmed ke mesjid, lalu dipukulinya sampai mati. Ratapan si korban agar ia tidak
dibunuh seperti tidak berdampak pada penyembah fundamentalis ini yang terus meneriakkan
“Bunuh orang kafir!” Dalam kesaksian ini, Ahmed juga menceritakan bagaimana ia
merayu wanita-wanita non-Muslim untuk memeluk agama Islam, dan setelah
pertobatan mereka kepada Islam ia mengarak mereka di jalan-jalan untuk
mempermalukan keluarga mereka.
Ahmed sekarang telah
mengalami perubahan 180 derajat dalam cara berpikirnya dan menuliskan
kesaksiannya karena ia kemudian percaya bahwa manusia tidak dilahirkan jahat
tetapi menjadi jahat melalui indoktrinasi. Kini ia menghabiskan hidupnya untuk
mencari wanita-wanita yang telah ia tobatkan kepada Islam dan menolong mereka
untuk membangun kembali hidup mereka yang telah turut dihancurkannya dahulu.
Ahmed mempunyai pesan bagi
semua orang yang membaca kesaksiannya: terorisme bukanlah sebuah cara hidup,
tetapi sebuah jalan kematian. Sampai kita menghentikan Islam radikal, tak
seorangpun yang aman. Dan ia kuatir orang-orang Barat tidak menyadari ancaman
ini sampai sudah sangat terlambat.
Penebusan
Saya dibesarkan di Giza,
Mesir. Ayah saya adalah seorang kontraktor bangunan dan terlibat dalam
kegiatan-kegiatan Islam. Ia adalah ketua salah satu asosiasi Islam lokal dan
bertugas untuk menyuarakan adzan. Ia juga memberi pelajaran-pelajaran tentang
Islam dan kadangkala berceramah di mesjid pada hari Jumat.
Ayah saya membenci orang
Kristen. Ia mengajari saya bahwa mereka adalah orang-orang kafir yang
berselisih dengan sesamanya sendiri dengan mengatakan bahwa Yesus Kristus
adalah Tuhan sementara kitab (Alkitab) mereka yang dipalsukan itu mempunyai
ayat-ayat yang membuktikan bahwa Yesus hanyalah seorang nabi. Itu semua adalah
bagian dari retorika yang biasa kami dengar dari pengeras suara di mesjid yang
memekakkan, dan dari radio dan kaset yang diputar di jalan-jalan. Dalam
atmosfir seperti itu, seorang anak Muslim di Mesir disusui dengan ASI dan
kebencian.
Asosiasi ayah saya bergerak
di berbagai bidang. Mengelola asrama putri, sebuah bengkel, klinik, taman
kanak-kanak, sebuah madrasah untuk mempelajari Qur’an, dan sebuah seksi untuk
dakwah Islam. Tujuan utamanya adalah untuk mengislamkan orang dengan cara apa
pun.
Selama masa pemerintahan
almarhum presiden Anwar El Sadat, Imam Besar di El Azhar Mohammad Abdel Halim
Mahmoud, terlibat dalam persekongkolan dengan wakil presiden Mr.Hussein el
Shafei. Sheikh Keshk juga terlibat dalam perencanaan bersama Mohammad Osman
Ismail, mantan gubernur Assiut, dan Mohammad Abdel Mohsen Saleh. Baik Ismail
dan Saleh adalah pendiri berbagai asosiasi yang mengislamkan orang yang
bermunculan, dan ayah saya terlibat di dalamnya.
Tujuan dari
kelompok-kelompok ini adalah untuk menjadikan Mesir sebagai negara Islam dalam
periode 50 tahun. Para anggota keluarga bangsawan Saudi, yang berhubungan
dengan gerakan Wahabi dan raja-raja minyak dari Teluk, mendanai rencana ini.
Uang dihamburkan untuk menipu wanita-wanita dan gadis-gadis Kristen dengan cara
apapun. Biaya yang dikeluarkan di tahun 70-an dan awal 80-an kira-kira sebesar
5000 pound Mesir untuk menjerat tiap gadis. Uang itu dibagikan sehingga si pria
Muslim yang menjerat wanita Kristen dan mentobatkannya kepada Islam dapat memperoleh
separoh dari uang itu dan anggota-anggota polisi dan asosiasi yang bekerjasama
untuk hal ini akan mendapatkan yang separohnya lagi.
Upaya asosiasi ini terus
berlanjut di Mesir dan bayaran untuk menobatkan orang dengan penipuan ini
menjadi semakin tinggi. Sekarang rata-rata bayaran untuk seorang gadis biasa
adalah 10.000 pound Mesir dan bayaran itu akan menjadi 200.000 pound Mesir jika
gadis itu berasal dari keluarga Kristen yang ternama, atau putri dari seorang
profesor di perguruan tinggi, seorang wakil menteri, atau kerabat dari seorang
rohaniwan.
Sama seperti ayah saya, saya
juga terlibat dalam asosiasi ini. Setelah kami berhasil mentobatkan seorang
wanita Kristen, kami akan mengejek orang-orang Kristen dengan mengarak gadis
yang telah menjadi Islam itu di jalanan. Kami memainkan musik keras-keras dan
melambaikan benderabendera sambil berteriak “Allahu Akbar” untuk
mendeklarasikan kemenangan Islam. Kami juga akan mengumandangkan slogan-slogan
untuk mempermalukan orang Kristen. Tidak ada orang Kristen yang menghalangi parade
yang dijaga ketat polisi ini.
Ini adalah sebuah praktek
yang normal hingga tahun 1985, ketika parade semacam itu mulai dilarang. Namun
demikian, kami terus melanjutkan kampanye kami untuk mentobatkan wanita-wanita
Kristen. Kami berfokus untuk mentobatkan mereka kepada Islam karena kami
percaya ini adalah suatu bentuk penghinaan yang besar terhadap orang Kristen.
Di dunia Timur, kehormatan seorang pria terletak pada putrinya, saudari atau
istrinya, maka dengan mempermalukan salah satu dari antara mereka adalah
penghinaan yang luar biasa terhadap pria itu.
Kami menggunakan segala
macam tipuan untuk memerangkap mereka. Terutama kami akan mempermainkan emosi
dan hati mereka. Kami juga akan membuat para wanita itu terlibat dalam skandal
moral dan menggunakan hal itu untuk memaksa mereka melakukan apa yang kami
inginkan. Inilah yang saya lakukan ketika saya terlibat dengan asosiasi itu.
Selain menerima bayaran untuk pekerjaan itu, saya yakin saya akan menerima
pahala tambahan atas tiap keberhasilan saya membuat seorang wanita Kristen
masuk Islam, saya akan mendapatkan sebidang tanah di surga. Kisah-kisah berikut
ini adalah tentang wanita-wanita yang sudah saya perangkap ke dalam Islam dengan
cara-cara menipu.
Fatima
wanita pertama yang percaya kepada saya
Fatima sebenarnya berasal
dari Kairo dan masuk ke perguruan tinggi di kota tempat tinggal keluarga saya.
Waktu itu adalah tahun pertama saya di perguruan tinggi, dan ini adalah tugas
pertama saya untuk mentobatkan orang. Dia sangat cantik. Dia mempunyai beberapa
teman wanita Muslim yang mengatakan pada saya bahwa dia mudah sekali dijebak.
Mereka mengatur supaya saya dapat bertemu dengannya dan saya bersikap
seolah-olah saya jatuh cinta berat padanya, menatapnya dengan penuh hasrat dan
suara bergetar yang dibuat-buat.
Saat pertama kali saya
berbicara dengan Fatima, saya menanyakannya beberapa hal mengenai iman Kristen.
Saya sadar bahwa saya harus mengubah taktik saya jika saya ingin menjebaknya.
Saya mulai menyakinkannya bahwa saya mencintainya dan saya berjuang keras
sampai ia takluk kepada saya. Teman-teman wanitanya sadar apa yang sedang
terjadi dan menolong saya dengan cara menceritakan padanya tentang cinta saya kepadanya.
Saya mengatakan padanya bahwa kita dapat menikah dan mempertahankan agama kita
masing-masing, karena Islam mengijinkan orang Muslim untuk menikahi Para Ahli
Kitab (orang Yahudi dan Kristen - Red) karena mereka percaya kepada Tuhan. Saya
berhasil dan kemudian dia hamil.
Diam-diam saya pergi ke
gereja beberapa kali dengannya dan saya bahkan membeli buku-buku Kristen,
lambang-lambang Kristen, dan roti perjamuan untuk meyakinkannya bahwa saya
pengagum kekristenan. Saya mengatakan padanya bahwa saya akan sangat senang
menjadi orang Kristen, tapi saya tidak dapat melakukannya karena saya akan
dibunuh. Kemudian saya mengatakan padanya bahwa saya mencintainya dan tidak
dapat hidup tanpanya dan jika dia masuk Islam, dia tidak akan dibunuh, karena
dia sedang mengandung anak kami – buah cinta kami.
Dia ketakutan dan tidak tahu
harus berbuat apa. Pada waktu itu, saya memintanya untuk tidak memutuskan
hubungannya dengan gereja, tetap bersikap seperti biasa, dan sebagai kamuflase
pergi ke gereja pada hari Kamis untuk pengakuan dosa, hari Jumat untuk komuni,
dan pada hari Minggu mengikuti Misa. Dia mengikuti instruksi saya dan pada
suatu hari, sesuai instruksi saya, dia datang dengan membawa koper dan
perhiasan emas, dan kami bermalam di rumah saya di jalan Gameat El Dewal El
Arabia. Pada Sabtu pagi, dia ada janji untuk bertemu dengan orang yang
berwenang di El Azhar. Saya merancangkan pelariannya ke kota tempat studinya
dan tempat tinggal saya sampai ia menyelesaikan studinya. Kemudian saya
mengganti namanya menjadi Fatima El Zahra Mohammad Ali El Mahdi.
Upaya keluarganya dan orang
Kristen lainnya untuk membawanya pulang hanyalah sia-sia. Saya memastikan bahwa
dialah yang berkeras menolak pulang dan saya mencuci otaknya. Usaha saya
berhasil dan ia menjadi sangat yakin bahwa dia sekarang menyembah Tuhan Islam
yang benar.
Setelah lima minggu
kemenangan saya untuk Islam dan menerima uang bayaran saya, saya memutuskan
untuk menceraikan pelacur tidak beriman ini. Bagi saya dia murahan dan hanyalah
obyek untuk memuaskan nafsu. Saya beralasan bagaimana mungkin saya memiliki
anak darinya yang dalam darahnya mengalir darah orang-orang kafir Kristen. Saya
memerintahkannya untuk melakukan aborsi dan saya menggunakan hak saya yang sah
(sebagai pria Muslim – Red) untuk memukulinya. Saya juga mewajibkannya bekerja
untuk mencari makan bagi dirinya. Saya mengatakan padanya bahwa dia harus
melayani para tuan Muslimnya yang memberinya tempat bernaung dan yang telah
menyelamatkannya dari hal yang mempermalukannya.
Saya mulai berpikir untuk
mengulangi permainan yang sama dengan wanita lain, sehingga saya dapat
mengabdikan hidup saya, agama saya, dan hidup saya di akhirat. Saya percaya
bahwa dengan melakukan hal ini saya telah menjalankan agama saya dengan membuat
orang kafir memeluk Islam; saya hidup dengan baik dengan mendapat bayaran; dan
saya mempersiapkan diri untuk akhirat dengan memiliki banyak lahan atas nama
saya di Surga Saya juga mempunyai tukang bersih-bersih rumah yang tidak usah
dibayar. Dia harus bekerja untuk dapat makan dan jika saya ingin memakai dia
untuk bersenang-senang, dia akan menjadi pelacur saya.
Saya menikmati ketika
menyakiti, memukuli, dan menghina Fatima. Saya sangat yakin dia tidak
benar-benar memeluk Islam dan bahwa dia hanya menuruti insting kewanitaannya
saja. Semua ini membuat saya semakin berniat untuk balas dendam padanya. Fatima
tinggal bersama saya selama 3 tahun, 7 bulan dan 12 hari. Selama itu, saat dia tinggal
bersama saya, saya telah mentobatkan 8 gadis lainnya kepada Islam.
Ketika saya berjumpa dengan
Abir, dia sedang menuntut ilmu di sebuah perguruan tinggi yang terletak satu
setengah jam dari rumahnya. Dia berasal dari keluarga kaya. Kedua orang-tuanya
adalah dokter dan saudara-saudara laki-lakinya adalah dokter angkatan
bersenjata Mesir. Walaupun dia pergi ke gereja, dia bukanlah soerang yang
religius. Abir adalah orang yang mudah bergaul dan bersahabat baik dengan orang
Muslim maupun Kristen. Selain dari keramahannya, tidak mudah bagi kami untuk
menjangkaunya dan terpaksa kami harus melakukan sesuatu yang curang. Sebagai
pria Muslim kami percaya bahwa kami sedang berada dalam perang yang tak
henti-hentinya dengan “orang-orang kafir yang najis”, dan oleh karena itu tidak
apa-apa jika kami menipu mereka.
Pada suatu hari saya
didatangi seorang pria muda Muslim yang mengatakan pada saya bahwa ia ingin
menikahi Abir dan meminta saya menolongnya untuk membujuk Abir supaya masuk
Islam. Setelah melakukan banyak perencanaan, saya mendapati bahwa sahabat karib
Abir adalah seorang gadis Muslim yang religius. Namun, ia menganggap Abir
sebagai saudarinya dan saya sangat terusik dengan hal itu. Maka saya
mengunjungi gadis Muslim itu dan berbicara padanya mengenai iman Kristen yang
merusak itu dan mengingatkannya akan apa yang dikatakan Allah di dalam Qur’an:
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengambil orang-orang Yahudi dan
Nasrani menjadi pemimpin-pemimpin (mu);...Barangsiapa diantara kamu mengambil
mereka menjadi pemimpin, maka sesungguhnya orang itu termasuk golongan mereka.
Sesungguhnya Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang lalim” (Surah
5:51). Saya mengatakan padanya bahwa jihad terhadap mereka adalah tugas setiap
Muslim dan dia harus memberi sumbangsih untuk kemenangan Islam. Gadis Muslim
itu percaya bahwa saya benar dan bertanya apa yang harus dilakukannya. Saya mengatakan
padanya agar ia tidak menunjukkan kebencian terhadap teman Kristennya itu,
tetapi memperlakukannya sebagaimana biasa dan bahkan berusaha untuk mempererat
persahabatan mereka dan mengikuti semua instruksi saya.
Kemudian saya pergi ke
seorang ahli farmasi Muslim yang adalah anggota asosiasi kami dan meminta
padanya obat untuk menghasilkan halusinasi. Saya mengatakan padanya mengapa
saya memerlukan obat itu. Ia mengatakan pada saya bahwa ia juga ingin memberi
sumbangsih bagi kemenangan Islam dan oleh karena itu ia setuju untuk menyiapkan
obat itu. Lalu saya memberikan obat itu kepada gadis Muslim itu dan mengatakan padanya
untuk melarutkan 2 tablet dalam segelas susu dan memberikannya pada Abir untuk
diminum, dan kemudian segera memanggil kami jika ia melihat ada perubahan pada
Abir.
Gadis Muslim itu segera
memanggil kami ketika Abir mulai berhalusinasi dan kehilangan kontrol di
apartemennya. Kami tiba disana dengan membawa sebuah kamera dan video perekam.
Kami mulai bercanda dengan Abir dan dia menanggapi, tidak sadar dengan apa yang
sedang kami lakukan sampai teman saya berhasil menelanjanginya dan membawanya
ke kamar tidur.
Saya merekam semuanya dengan
video dan mengambil gambar selama kira-kira 3 jam. Ketika Abir mulai siuman, ia
menyadari apa yang telah terjadi dan mulai menjerit dan menangis. Ia menghina
kami, Islam, dan nabi Islam, dan mencoba merobek Qur’an milik sahabatnya. Saya
menunjukkan rekaman video dan foto-fotonya dan mengancam akan memperbanyak dan membagikannya
kepada keluarganya, juga kepada keluarga-keluarga Kristen lainnya. Saya
mengingatkannya bahwa ia akan dipermalukan oleh karena skandal ini. Ia menangis
dan tersungkur di lantai, menciumi sepatu kami dan memohon agar kami tidak
melakukan hal itu, tetapi kami bersikeras bahwa dia harus melakukan apa yang
kami perintahkan padanya, karena dia tahu bahwa saudara-saudara laki-lakinya
dan kerabatnya bahkan mungkin akan membunuhnya jika mereka melihat isi video
itu.
Dia menyerah. Air mata dan
keputus-asaannya membuat saya bersukacita. Selama beberapa minggu berikutnya,
dia mengikuti kami ke asosiasi dimana otaknya dicuci oleh para sheikh. Ia tidak
dapat membantah apapun yang dikatakan mereka. Dia sangat bersusah hati dan
tidak pernah berhenti menangis.
Kami mengajarinya apa yang
harus dikatakannya sebelum saatnya untuk dia pergi ke kantor polisi. Dia
mengikuti instruksi-instruksi kami ketika dia diwawancarai oleh polisi. Dan
ketika seorang petugas polisi bertanya padanya mengapa dia ingin masuk Islam,
ia berkata bahwa nabi Muhammad datang padanya dalam sebuah mimpi dan menyapanya
dengan salam Islam, memanggilnya “Aisha”. Yesus juga ada dalam mimpi itu,
menyapanya dengan sapaan Islam, dan mencela semua orang Kristen, berkata bahwa
tiada Tuhan selain Allah. Ia berkata Yesus mengatakan padanya bahwa Dia (Yesus)
adalah hamba dan nabi Allah dan Muhammad adalah nabi Allah. Lalu katanya, Yesus
mencium kepala Muhammad dan memintanya untuk mengulangi ucapannya yang
merupakan kata-kata Allah yang terdapat di dalam Qur’an: “Barangsiapa mencari
agama selain Islam, maka sekali-kali tidaklah akan diterima (agama itu)
daripadanya, dan dia di akhirat termasuk orang-orang yang rugi”. (Surah 3:85)
Dia mengatakan hal ini tidak
hanya kepada petugas polisi, tetapi juga kepada anggota keluarganya dan
pendeta-pendeta yang datang mengunjunginya. Reaksinya selama
kunjungan-kunjungan itu, yang disebut sesi konseling, kami awasi dan telah
mendapat persetujuan dari polisi sebelumnya. Semuanya hanyalah kebohongan dan
walaupun ia dikunjungi oleh pendeta yang berbeda-beda, ia hanya dapat
mengatakan apa yang telah kami ajarkan padanya.
Setelah semua prosedur resmi
selesai, kami memberinya identitas baru dan nama Islam: Aisha Abdalla Elmahdy.
Kami telah menuntaskan rencana kami dan pria Muslim itu, Yasser, seorang
mujahid, mendapatkan gadis yang diinginkannya dan juga bayarannya yang cukup
banyak karena Abir berasal dari sebuah keluarga Kristen yang terpandang. Saya
menerima bayaran 25% dari bagiannya, ditambah bagian saya dari jumlah yang saya
bayarkan kepada pihak-pihak yang turut terlibat.
Keluarga Aisha kehilangan
kehormatannya dan sangat dipermalukan. Akibatnya, ibunya menutup apotiknya dan
ayahnya menjual kliniknya. Mereka pindah ke tempat lain dimana mereka dapat
menghilang di keramaian orang banyak dan terlepas dari skandal itu. Lalu Aisha
menikah dengan Yasser dan hidup sebagai orang buangan, karena ia tidak disukai
keluarga suaminya. Ia baru menjalani pernikahannya selama 2 bulan ketika Yasser
mengatakan padanya bahwa ia sudah muak dengan Aisha dan ingin menceraikannya. Yasser
menceraikannya dan membuangnya ke jalanan.
Oleh karena dia adalah
saudari kami dalam Islam maka ia tidak boleh tinggal di jalanan, saya
membawanya ke sebuah asosiasi. Disana ia tinggal dan bekerja sebagai pembantu,
membersihkan klinik supaya ia dapat membayar sewa dan membeli makanan. Dia
tinggal disana selama 3 bulan hingga telah diijinkan secara sah untuk menikah
lagi. Calon pengantin prianya adalah seorang Muslim yang tahu kisah hidup
Aisha. Dia adalah seorang kuli, sudah menikah dan mempunyai 6 anak. Pada siang
hari, ia bekerja di bengkel pemeliharaan di kantor administrasi pemerintah.
Aisha tidak mau menikahinya dan memohon kepada kami agar ia tidak usah
menjalaninya. Kami mengabaikannya, dan ia dipaksa menikahi pria yang tidak
disukainya.
Aisha hidup dalam
kesengsaraan. Ia bekerja sebagai pembantu untuk membersihkan rumah dan menjual
sayur-mayur supaya dapat member makan suaminya dan anak-anak suaminya. Sulit
sekali membayangkan bahwa dulunya dia adalah seorang mahasiswi dari keluarga
dokter yang kaya raya. Hidupnya sudah hancur. Setelah 5 bulan menikah suaminya
yang kedua menceraikannya. Oleh karena dia sudah pernah menikah 2 kali, maka ia
tidak menikah lagi dan oleh karena banyak orang sudah mengetahui soal rekaman video
dan foto-fotonya waktu ia dibius, ia dianggap najis. Ia menjadi gelandangan dan
harus bermalam di tenda-tenda darurat dimana ia hidup dalam kondisi yang tidak
manusiawi. Ketika ia telah sangat terpuruk ia berteriak: “Tuhan kasihanilah
saya”. Tuhan berbelas-kasihan dan menjawab doanya.
Ketika ia masih menjadi
gelandangan, saya menjadi orang Kristen dan saya berusaha mencari gadis-gadis
yang telah saya tipu untuk masuk Islam. Saya menemukannya dan mengunjunginya
bersama istri saya, yang telah kembali ke gereja. Saya dan istri saya
memeliharanya di rumah kami. Kami berusaha menginformasikan pada orang-tuanya
tentang situasi Aisha, sehingga saya mengirim seorang kerabat istri saya
bersama dengan seorang pendeta, yang berbincang dengan mereka. Mereka semua
menangis mendengar berita itu dan menunjukkan kerinduan mereka untuk bertemu dengannya.
Reuni keluarga itu diadakan di sebuah gereja di Kairo. Sebuah reuni yang sangat
berkesan. Saya menyangka keluarganya akan memukulinya, namun ternyata tidak,
dan mereka sangat gembira karena telah bertemu dengannya.
Ketika keluarganya memeluk
dan menciuminya, saya sangat tersentuh oleh kasih yang saya lihat sehingga
membuat saya keheranan mengapa kami menyakiti orang-orang Kristen begitu rupa.
Saya dulu selalu menghina senyum di wajah mereka ketika kami mengkritik,
menyakiti, atau mempermalukan mereka. Biasanya saya berkata pada diri sendiri
senyuman mereka adalah senyuman kelicikan karena mereka adalah kaum minoritas
dan tidak dapat menandingi kami orang Muslim. Sekarang saya tahu alasan di balik
senyuman itu. Itulah kasih mereka, pengampunan, dan toleransi terhadap
musuh-musuh mereka. Itulah karakter Kristen yang membawa damai.
Setelah Abir bertemu dengan
keluarganya, ia kembali pulang bersama mereka. Mereka menyambutnya dengan kasih
dan kebaikan seperti kisah anak yang hilang yang dicatat dalam Alkitab. Ibunya
membelikannya pakaian yang bagus dan ayahnya membelikannya perhiasan. Mereka
merayakan kepulangannya dan mengulangi kalimat di dalam Alkitab (“Putri kami
sudah mati dan sekarang hidup kembali, ia terhilang dan sekarang telah ditemukan”).
Sebuah permohonan
disampaikan kepada Konsil Rohaniwan untuk mengesahkan kembalinya Abir ke
kekristenan, dan itu disetujui. Seorang pengacara Kristen dengan sukarela
memberikan petisi kepada pengadilan untuk mengembalikan lagi padanya nama
Kristennya dan kartu identitas dirinya. Pengadilan mengabulkan permohonan itu.
Kini dia tinggal di Perancis bersama suami dan putrinya.
Kumpulan Kisah Nyata:
Kesaksian Puan Maharani (Tragedi Tsunami Aceh)
Kesaksian Y. Roni dari Palembang
Kesaksian Saifuddin Ibrahim “Lulusan Universitas Muhammadiyah Surakarta”
Kesaksian Rev Yong Thang " Di bawah ke Surga dan Neraka"
1 Orang ke Surga, 1000 orang ke Neraka
Kesaksian Puan Maharani (Tragedi Tsunami Aceh)
Kesaksian Y. Roni dari Palembang
Kesaksian Saifuddin Ibrahim “Lulusan Universitas Muhammadiyah Surakarta”
Kesaksian Rev Yong Thang " Di bawah ke Surga dan Neraka"
1 Orang ke Surga, 1000 orang ke Neraka
No comments:
Post a Comment