Skip to main content

Bencana Tsunami Membawa Saya ke kota Sumatera


Saya dibesarkan dari keluarga TNI
Saya (P) anak kelima dari sebelas bersaudara. Saya lahir di salah satu kota di pulau Sumatera, pada tanggal 25 September 1969. Saya berasal dari keluarga bangsawan, dan sebelum mengenal Kristus, saya adalah seorang agama lain yang taat. Saya selalu mengikuti kegiatan ibadah bersama keluarga saya. Sewaktu saya lahir, orang tua saya pernah bernazar untuk membuat sebuah tempat ibadah, dan membangun sebuah tempat bagi murid-murid untuk belajar mengenai agama di desa I.

Sebagai anak seorang anggota TNI, saya mendapat didikan yang cukup keras dari orang tua saya. Saya tidak boleh keluar rumah tanpa izin dari orang tua. Saya menempuh pendidikan -- SD sampai SMU di kota kelahiran saya. Ketika berada di bangku SMU, saya sering bermain di gereja. Ketika orang tua saya mengetahui hal ini, mereka lalu memasukkan saya ke salah satu tempat untuk mendalami agama, di salah satu kota di Jawa Timur. Di sana, saya hanya bertahan dua bulan, sebelum akhirnya lari ke tempat nenek saya di salah satu kota di Jawa Tengah. Ketika orang tua saya mengetahui kalau saya ada di tempat nenek saya, mereka membawa pulang saya ke daerah asal kami, dan saya melanjutkan studi saya sampai tamat SMU di sana. Setelah lulus SMU, saya melanjutkan studi ke salah satu universitas swasta Jakarta -- sampai semester lima. Saya tidak melanjutkan kuliah dan kembali ke kota asal saya, lantaran ibu meninggal dunia.

Terjadi Tsunami
Ketika berada di kota asal saya, saya membuka sebuah usaha dengan dibantu 8 orang karyawan. Saya juga mengadopsi seorang anak berumur 3 hari. Saya menikmati hidup saya yang mulai tertata. Namun di tengah ketenangan hidup itu, datanglah musibah yang dahsyat yang menghancurkan usaha saya. Tanggal 26 Desember 2004, terjadi gempa yang disusul dengan tsunami. Waktu itu, saya dan keluarga lari ke luar rumah, dan tiba-tiba datang air bah. Semua orang berlarian sambil berteriak, "Air, air!" Saya bingung, mana airnya? Tiba-tiba saya melihat air yang tingginya kira-kira 2 kali pohon kelapa. Saya berusaha menyelamatkan diri dengan naik ke tempat yang lebih aman. Akan tetapi, keluarga, anak angkat, dan pembantu saya terbawa arus air.

Saat air mulai surut, saya dan orang-orang yang selamat mencoba mencari anggota keluarga kami yang hilang. Namun, tidak ada satu pun dari anggota keluarga saya yang saya temukan. Tiga hari tiga malam saya tidak makan. Dengan pikiran kalut, saya berusaha mencari jasad keluarga saya. Lagi-lagi, usaha saya tidak membuahkan hasil. Tidak satu pun yang ketemu. Apa yang harus saya lakukan?

Sewaktu saya sedang mencari keluarga saya, saya bertemu dengan teman ayah saya, R. Senang rasanya bisa bertemu dengan seseorang yang saya kenal baik. R menyapa saya dan membelikan saya sandal. Selain itu, saya juga bertemu dengan B. Kami bersama-sama mencari jenazah keluarga kami, tapi tidak ada satu pun yang ketemu. Kemudian saya minta tolong R untuk membawa saya ke salah satu kota di Sumatera dengan naik pesawat TNI. Sesampainya di kota tersebut, kakak dan adik-adik langsung memeluk saya dan menanyakan keadaan saudara-saudara yang lain. Saya lalu dibawa ke hotel, dan kakak saya menanyakan rencana saya selanjutnya, apakah mau tinggal di Kalimantan atau Bandung. Saya memilih Bandung. Tetapi, baru dua bulan di Bandung saya minta pulang ke daerah asal saya.

Awak saya Percaya
Ketika berada di daerah asal saya, hubungan saya dengan B menjadi semakin akrab. Saya sering mengunjungi B di barak tempat tinggalnya. Suatu ketika saat B sedang mandi, saya mendapati Alkitab miliknya di bawah kasur. Alkitab itu kemudian saya baca-baca tanpa sepengetahuan B. Pada hari minggu pagi, seperti biasa saya datang ke baraknya. Saya lihat B mengenakan pakaian bagus. Merasa heran, saya bertanya, "Kakak mau ke mana?" "Mau ke pasar," jawabnya. "Kok pakai pakaian yang bagus sekali?" tanya saya lagi. Akhirnya, dia mengaku bahwa dia sudah menjadi orang Kristen. Waktu itu saya duduk di pintu barak. Tiba-tiba saya memegang rok B sambil berkata, "Saya mau ikut Kakak ke gereja." Sambil berlinang air mata, saya terus memegang roknya dan menantikan jawaban. B berujar, "Jangan, saya takut sama keluargamu." Dia segera tahu bahwa sayalah yang sering memindahkan Alkitabnya. Saya pun mengakui bahwa saya sering membaca Alkitabnya ketika dia sedang mandi. "Tidak ada masalah, Kak, kalau saya ke gereja. Ini dari hati nuraniku," kata saya kepadanya. Jawabnya, "Kalau begitu, saya tanya dulu ke K -- pendetanya. Sepulang dari gereja, B mengatakan kepada saya apa yang dikatakan K. Kata K, "Kamu boleh main-main dulu ke gereja." Selama tiga bulan saya ke gereja dan kebaktian bersama mereka. Waktu itu saya ditanya oleh K, "Kamu mau dibaptis?" Jawab saya, mau. Kemudian saya dibawa ke salah satu kota untuk di baptis.

Ketahuan Keluarga
Ketika berada di kota tersebut, saya ditelepon oleh keluarga saya, yang menyampaikan bahwa kakak saya sudah pindah ke daerah asal kami, karena banyak teman yang seprofesi dengannya meninggal ketika terjadi tsunami. Saya disuruh pulang oleh keluarga. Saya terkejut, tidak menyangka kalau kakak saya sudah ada di di sana. Saya ragu untuk pulang ke rumah. Waktu itu, tante saya tahu kalau saya sudah menjadi orang Kristen, dan sebagai akibatnya saya diusir dari rumahnya. "Pokoknya, kamu jangan injak rumah ini lagi," katanya. Sambil berlinang air mata, saya keluar dari rumahnya. Saya langsung kembali ke barak. Sesampainya di barak, tiba-tiba kakak saya datang. Setelah bertemu, tangan saya diborgol, lalu dimasukkan ke dalam mobil dan dibawa ke salah satu kota, dengan menempuh perjalanan selama 6 jam dari daerah asal saya. Kira-kira pukul 02.00 WIB, kami tiba di tempat tujuan. Di tempat tersebut, saya dimasukkan ke dalam penjara bawah tanah dengan keadaan sangat lapar.

Setelah itu, saya dibawa ke rumah kakak saya, di mana semua anggota keluarga berkumpul dan menginterogasi saya. Waktu itu, saya belum berani jujur tentang iman saya. Saya hanya diam ketika mereka bertanya kepada saya. Saya juga mengalami tindakan fisik -- pemukulan di bagian tangan dan punggung, yang mengakibatkan tulang punggung saya patah. Saya lalu dibawa ke rumah sakit. Setelah mendapatkan perawatan, saya dibawa pulang ke rumah dan dikurung selama 2 hari. Malamnya, ada seseorang yang menolong saya, sehingga saya dapat lari dengan memanjat tembok setinggi 2,5 meter.

Saya lari ke sebuah gereja di salah satu kota di Sumatera. Selama tiga bulan di gereja itu, saya terus dicari oleh keluarga saya. Pernah suatu kali saya diberi tiket pesawat untuk pergi ke kota lain. Tetapi Tuhan tidak mengizinkan saya meninggalkan kota tersebut. Kemudian saya mendengar bahwa pesawat yang akan saya tumpangi jatuh. Tiga hari kemudian, seorang pendeta datang mengunjungi saya dan ia mencukupkan kebutuhan hidup saya. Suatu ketika, saya dan teman saya pergi ke sebuah mal untuk membeli sandal. Selagi makan, tanpa saya sadari, anak buah kakak saya sudah mengepung. Saya dan teman saya berusaha menyelamatkan diri, tetapi usaha kami tidak berhasil.

Saya lalu dimasukkan ke dalam mobil dengan tangan diborgol dan dibawa kembali ke rumah kakak saya di kota L. Semua keluarga disuruh datang ke rumah kakak saya. Setelah semuanya berkumpul, saya lalu disiksa habis-habisan -- kepala saya dipukuli dengan batu bata sampai gendang telinga saya pecah dan saya tidak bisa mendengar, lutut saya dipukuli dengan kayu sampai saya tidak bisa jalan. Berhari-hari, saya mengalami siksaan dari kakak saya. Dalam keadaan itu, saya hanya berdoa dan memohon agar Tuhan Yesus menolong dan menyembuhkan bagian-bagian tubuh saya yang terluka. Puji Tuhan, perlahan-lahan, saya mulai bisa berjalan.

Selama tiga bulan saya dikurung dan disiksa, supaya saya dapat menyangkal iman saya kepada Tuhan Yesus. Pernah suatu kali saya hampir dilukai dengan besi panas oleh kakak saya. Katanya, "Biar tidak ada lagi yang suka sama kamu karena dadamu tidak bagus lagi." Tuhan Yesus tidak pernah meninggalkan saya, dan saya diluputkan oleh Tuhan melalui kakak ipar saya. Sewaktu kakak mau melukai saya dengan besi panas itu, saya berteriak dan didengar oleh kakak ipar saya. Dia segera mendobrak pintu yang terkunci dan saya pun terluput. Saya diseret dan disuruh melakukan salah satu kewajiban agama lama saya. Awalnya, saya menolak dan beralasan sedang datang bulan. Tetapi, mereka tidak percaya dan terus-menerus memaksa. Akhirnya, saya menurut dan memohon kepada Tuhan Yesus supaya mengampuni saya.

Saya melarikan diri
Suatu malam, di depan rumah ada suatu acara, sehingga semua keluarga pergi. Saya ditinggal di rumah dengan seorang pembantu. Ini adalah kesempatan bagi saya untuk menyelamatkan diri. Dengan alasan ingin makan sate, saya pamit untuk membeli sate di depan rumah. Tapi sesampai di luar, saya segera lari, mencari becak, dan segera menuju terminal menemui K dan temannya yang sudah menunggu saya. Kami langsung naik bis menuju sebuah tempat. Tanpa kami ketahui, di tengah jalan sedang ada rasia besar-besaran yang dipimpin kakak saya. Semua mobil diperiksa, termasuk bis yang kami tumpangi. Sungguh ajaib. Pada waktu bis kami diperiksa, saya melihat kakak saya berdiri di sebelah kanan saya, tapi dia tidak melihat saya.

Sementara pemeriksaan, kami terus berdoa supaya jangan ketahuan oleh kakak saya. Tuhan menutup mata kakak saya sehingga tidak melihat kami. Akhirnya, kami tiba dengan selamat di tempat tujuan. Kami singgah sebentar di sebuah yayasan untuk mandi. Setelah mandi, kami segera pergi ke Bandara. Selama tiga jam, tiket saya diperiksa karena nama yang tertera di tiket berbeda dengan nama di KTP. Saya menangis karena tidak dapat berangkat ke kota J. Di saat itu, Tuhan menolong dengan mengirim seorang hamba-Nya, Ibu S, yang menolong saya untuk berangkat ke kota J dan menjamin saya. Saya tiba di kota J pukul 17.00 WIB. Saya dijemput oleh seseorang dan ditampung di salah satu gereja selama tiga bulan.

Saya pun tidak betah berada di tempat itu, jadi saya minta pulang kembali ke daerah asal saya. Saya diizinkan untuk pulang, tetapi terlebih dulu harus menghubungi seseorang yang membawa saya ke gereja tersebut -- A. A kaget mendengar bahwa saya ingin pulang ke daerah asal saya. A langsung menghubungi K. A berkata bahwa ia telah menjelaskan masalah saya kepada K. K menganjurkan agar saya pergi ke salah satu temannya untuk belajar/mendalami firman Tuhan. Saya lalu mengurungkan niat saya untuk kembali ke kota asal saya. Di tempat tersebut karakter saya dibentuk dan saya semakin mengerti kebenaran dari firman Tuhan.
Sumber: http://kesaksian.sabda.org/

Kumpulan Kisah Nyata:

Comments