Penulis
Bahana
Sesudah mendengarkan
mengenai peristiwa Meko, maka [penulis] Bahana
(salah satu majalah Kristen di Indonesia, red.) mengadakan berbagai
diskusi dengan beberapa tokoh Gereja mengenai fenomena ini. Awalnya memang
ragu, tapi akhirnya mengambil kesimpulan untuk melihat dan mengalami langsung
peristiwa tersebut.
Akhirnya pada tanggal 15 Mei berangkat ke Meko, bersama keluarga (Lenny Bipa Mandaso’ - istri dan kedua anak yaitu: Allen Mangoting tiga tahun lebih dan Charisma Mangoting umur empat bulan), dan 20 orang lainnya memakai mobil truk.
Akhirnya pada tanggal 15 Mei berangkat ke Meko, bersama keluarga (Lenny Bipa Mandaso’ - istri dan kedua anak yaitu: Allen Mangoting tiga tahun lebih dan Charisma Mangoting umur empat bulan), dan 20 orang lainnya memakai mobil truk.
Bahana memilih naik truk
untuk memberikan kesempatan kepada istri dan kedua anak tercinta mengalami
peristiwa tersebut, karena kalau naik mobil standar maka hanya penulis yang
dapat berangkat.
Catatan:
1. Dilarang
mengambil foto di lokasi dan siapapun yang melihat pasti akan
menegur kita.
2. Diminta
untuk tidak mempublikasikan gambar-gambar kejadian di lokasi,
seperti yang mengalami kesembuhan.
Poso butuh rekonsiliasi
Masyarakat Poso dan
sekitarnya, Sulawesi Tengah, dalam kondisi sekarang ini sangat membutuhkan
rekonsiliasi untuk mengakhiri kekerasan yang berlangsung sejak 1998. Walaupun
kondisinya sudah mulai membaik, tetapi sampai sekarang masih ada dendam, trauma
dan pengajaran agama yang diduga salah.
Direktur International
Crisis Group Indonesia Sydney Jones dalam sebuah diskusi Radio di Jakarta Jumat
(13/4) mengakui, sebaiknya keadaan Poso terutama setelah bentrokan pada 22
Januari 2007, menurut Jones yang dibutuhkan sekarang adalah bagaimana membangun
kepercayaan masyarakat akan pihak keamanan karena hingga kini masih cukup
banyak masyarakat yang tidak mau melaporkan ke pihak kepolisian. Demikian
terungkap dalam Kompas 14 April 2007 hal 4.
Jadi Poso sangat membutuhkan
rekonsiliasi masyarakat agar dapat memulai hidup baru untuk merajut lagi
kehidupan yang lebih baik, lebih toleran tanpa kecurigaan karena perbedaan Suku
Agama Ras, budaya dan berbagai perbedaan yang ada, tetapi menjadikan perbedaan
itu sebagai sebuah kekayaan yang harus dipelihara.
Poso Miracle
Puluhan ribu orang datangi Desa Meko, Kabupaten Poso
Mujizat! Bocah 8 Tahun Sembuhkan Banyak Orang
Dokter
kecil dan bidan
Selvin yang adalah anak
sekolah minggu Gereja Kristen Sulawesi Tengah kelompok kebaktian El Shaday
Meko, dalam kesehariannya rajin membaca Alkitab dan berdoa. Ibunya adalah
seorang guru SD dan ayahnya penilik Sekolah. Kelompok Kebaktian El Shaday hanya
mempunyai 8 kk anggota yang berada di pinggiran Danau Poso dan gedung gerejanya
masih sangat sederhana.
Istilah yang dipakai untuk
menyebut Selvin adalah “dokter kecil” dan ibunya disebut “ibu bidan”. Hal ini
disebabkan karena Selvinlah yang mendapat Anugerah dari Tuhan untuk
“menyembuhkan” (jasmani dan rohani). Ibunya dikatakan bidan karena dia dapat
bekerja kalau mendapat petunjuk dari sang “dokter kecil”.
Jangan
kultuskan
Fenomena Meko yang mulai
pada tanggal 6 Januri 2007 oleh seorang anak yang bernama Selvin anak berusia 8
tahun yang duduk di kelas 2 SD. Informasi ini dari mulut ke mulut. Banyak
saudara-saudara Muslim yang datang untuk mendapatkan anugerah kesembuhan. Tidak
ada proses medis. Ibadah dan doa. Intinya: “Pembaruan Budi/ pertobatan“
Peristiwa ini luar biasa -
intra rasional. Soal pro kotra itu wajar, hanya saja perlu diskusi terbuka soal
Alkitab mengenai kejadian ini.
Kenapa harus Meko? Atau
kampung lain? Ini sebuah pertanyaan yang sering orang lain tanyakan, tapi kami
selalu menjawabnya: Itu adalah kedaulatan Tuhan. Demikian diungkapkan Pdt.
Ishak Pole, M.Si Ketua I Badan Pekerja Sinode GKST di depan ibadah syukur kaum
Bapak dan Persekutuan Wanita Gereja Toraja jemaat Elim Rantepao pada tanggal 10
Mei 2007 di sela-sela urusan pendidikan anaknya di Toraja.
Lebih jauh diungkapkan oleh
Pdt. Ishak, Selvin, kalau sementara belajar dan ada panggilan untuk
menyembuhkan maka dia akan minta izin untuk menyembuhkan. Selvin adalah seperti
anak biasa tetapi menjadi alat di tangan Tuhan. Jadi jangan mengkultuskannya.
Kesaksian
mengalir terus
Soal kesembuhan dan mujizat
yang terjadi di Meko mengalir dari mulut ke mulut terutama mereka yang sudah
menyaksikan dan merasakan jamahan di Meko. Mereka yang sudah ke Meko dari
berbagai agama, pejabat, profesi, hingga anak-anak. Mereka kembali menjadi
saksi-saksi mujizat yang terjadi di Meko. Ada sejumlah orang buta yang sembuh,
ada yang yang tuli mendengar, lumpuh dapat bejalan, dan yang lain adalah yang
mengalami sakit stroke, ada yang datang dengan infus kemudian infusnya di
lepas, dan berbagai penyakit kronis lainnya.
Ada seorang yang sembuh dari
penyakitnya dan memberikan uang sebanyak Rp. 5 juta kepada Selvin tetapi Selvin
hanya mengambil Rp. 1.000,- untuk persembahan pada hari minggu. Memang, dalam
melaksanakan missi sucinya, dua hal yang tidak diterimanya yaitu pemberian uang
dan juga tidak mau difoto. Bahkan diumumkan bahwa tidak boleh memotret di
lokasi, kalau memotret tahu sendiri resikonya. Untung kalau masih dapat
digunakan. Dan memang ada seorang ibu yang mencoba memotret tapi kameranya
langsung rusak dan tidak dapat digunakan lagi. Jadi kalau anda dilihat orang
mau mengambil gambar pasti orang yang melihat akan marah.
Pelayanan
oleh GKST
Sejak mulai hingga kini,
lapangan di depan rumah Selvin yang menjadi tempat memasang tenda dan
mengadakan ibadah dikerjakan dan dikelola oleh warga jemaat GKST yang ada di
Meko. Untuk mengatur dan menata pelayanan dilaksanakan oleh Pendeta GKST yang
ada di Meko yaitu Pdt. James Salarupa, S.Th., demikian diungkapkan oleh Albert
Tandipayuk salah satu Pemuda GKST yang banyak membantu pelayanan di lokasi ini.
Seandainya kita mau bisnis
maka tentu akan dapat banyak uang, tetapi itu bukan maksud dan tujuan dari mujizat
Tuhan.
Perlu
pendampingan
Kalau melayani orang yang
datang ke Meko sering kita tidak mampu lagi menyatakan sesuatu tentang
persoalan yang ada. Dalam melayani dan menyaksikan mujizat yang ada maka kita
tidak mampu lagi mengungkapkan dengan kata-kata, demikian diungkapkan oleh Pdt.
Petrus Se’seng, S.Th dan Pdt. Gideon Tulak, S.Th, yang selalu sibuk membantu
mendampingi orang yang datang ke Meko. Sering harus begadang hingga pagi.
Dalam mendampingi mereka
yang datang semua itu dikerjakan dengan penuh sukacita sebagai wujud pelayanan
kasih kepada mereka yang mengalami berbagai penderitaan seperti sakit-penyakit
dan berbagai pergumulan lainnya.
Pembenahan
lapangan
Lapangan lokasi pengunjung
membangun tenda selama ini cukup becek dan tidak akan mungkin menjadi tempat
memasang tenda. Untuk itu dibutuhkan pembenahan dengan menimbun pasir campur
kerikil.
Belum lagi soal jalan di
sekitar lapangan sulit dilewati kendaraan tetapi sekarang sudah dapat, karena
selesai ditimbun dengan biaya hasil dari biaya parkir kendaraan masuk yang
dikelola.
Tenda dipasang di lapangan,
lorong-lorong, halaman rumah, halaman kantor camat Pamona Selatan, halaman
sekolah, halaman gereja, di samping kandang babi, dan dimana saja asal dapat
memasang tenda.
Tidur
apa adanya
Kalau kita melihat lokasi
dan cara serta tempat orang tidur, maka mungkin kita katakan sangat tidak
layak. Bayangkan saja, orang tidur beralaskan tanah dan kalau becek dialas
dengan papan. Pengalaman selama ini tidak ada sakit, mengeluh bahkan banyak
yang tidak tidur.
Ibadah
Menghadiri puncak ibadah
Kenaikan Tuhan Yesus ke Surga dilaksanakan pada tanggal 17 Mei 2007. Ibadah
dimulai dengan menyanyi beberapa lagu. Ada lagu yang diulang sampai puluhan
kali. Orang yang menyanyi dengan spontan bertepuk tangan dan juga tidak
bertepuk tangan, tergantung lagunya. Sepertinya peserta ibadah sudah tahu mana
lagu yang perlu kita tepuk tangan dan mana yang syahdu dan tidak perlu tepuk
tangan. Tidak ada komando atau petunjuk mau tepuk tangan atau tidak.
Khotbah
Dalam ibadah kesembuhan yang
dilaksanakan tepat jam 24 tanggal 17 Mei, atau 18 Mei dini hari, sesudah
menyanyikan sejumlah lagu-lagu sejak jam 19.00 - 24.00 didahului dengan Doa
Bapa Kami kemudian pembacaan Alkitab yang dibacakan oleh tiga orang, pertama
dari Efesus 5:1-21 dengan judul: Hidup sebagai anak terang, kedua, Matius
6:5-14 tentang hal berdoa dan pembacaan ketiga, Lukas 10:1-12 dengan judul:
Yesus mengutus tujuh puluh murid. Sesudah pembacaan dilanjutkan dengan menyanyi
kemudian Doa Bapa Kami. Sesudah itu, dilanjutkan dengan khotbah yang amat
sederhana, kalau mungkin kita sebut pokok-pokok pesan iman kepada peserta
ibadah seperti: pulanglah dan jangan marah-marah lagi, kalau pulang supaya
selalu membaca Alkitab, tidak merokok lagi, tidak main judi lagi, tidak
mabuk-mabuk lagi, jangan mencuri, tidak mengingini gadis orang lain, tidak
mengingini anak laki-laki orang lain. Artinya penekanannya pada 10 Hukum
Taurat.
Silahkan
sholat
Sebelum ibadah puncak tengah
malam, ibu bidan mengumumkan dan meminta kepada saudara-saudara umat Muslim
untuk melaksanakan sholatnya dimana saja, di tenda-tenda. Hal ini disebabkan
kita datang ke sini bukan untuk pengobatan tetapi pertobatan. Permintaan kepada
saudara-daudara Muslim ini selalu disampaikan kepada segenap orang yang datang
sebagai bentuk toleransi kebersamaan. Laksanakan pertobatan itu dengan
melaksanakan sholat lima waktu.
Mendoakan
persoalan
Bagi seluruh orang yang
datang, untuk mendoakan pergumulan mereka maka akan ditulis nama, umur, alamat
dan masalahnya seperti merokok, penyakit sosial, katarak, penyakit apapun yang
diderita, kemudian dikumpulkan di kotak pergumulan di depan mimbar ruangan
ibadah. Inilah sebagai daftar pergumulan yang akan didoakan.
Kesembuhan
dimana saja dan siapa saja di Meko
Soal kesembuhan tidak
ditentukan oleh siapa yang memimpin, tetapi itu dilakukan dalam
kelompok-kelompok tenda. Banyak yang sembuh di tenda-tenda karena orang
menyanyi dengan penuh semangat dan bagi yang sakit, lumpuh, stroke, akan duduk
diantara penyanyi dan dalam proses sedikit demi sedikit akan mulai bergerak
mengikuti nyanyian yang ada. Kalau sudah ada tanda mulai bergerak maka dinamika
lagu-lagu akan semakin tinggi dan diikuti dengan si sakit akan semakin dinamis
pula mengikuti lagu-lagu yang pada akhirnya dapat berjalan perlahan-lahan. Hal
itu jugalah yang disaksikan Bahana terhadap Pdt. Ch. Latuperissa yang sudah
lama emeritus dan mengalami stroke berat, tendanya persis bersebelahan dengan
tenda ditempati Bahana.
Thomas, salah seorang
pengusaha sukses asal Timika yang sudah berkeliling dunia dan sudah pernah
tidur di semua jenis hotel. Sesudah dijamah di Meko dan sembuh dari stroke
berat yang dialaminya bertahun-tahun, memberi kesaksian kepada Pdt. Soleman
Batti, M.Th (Ketua Umum Badan Pekerja Sinode Gereja Toraja) yang menemuinya di
Meko, bahwa apa yang dialaminya sungguh luar biasa. "Harta yang aku miliki
tanpa berserah kepada Tuhan tidak ada artinya. Sekarang aku sudah bertobat dan
semakin dekat kepada Tuhan."
Pendeta GPdI Efrata Donggala
6 bulan menderita sakit lever akut dan lambung sembuh. P. Marthen yang sembuh
dari strokenya langsung memuji Tuhan atas kesembuhan sambil mengatakan Tuhan
luar biasa.
Bersih
diri
Untuk dapat mengikuti
seluruh rangkaian prosesi penyucian diri di Meko, maka diperlukan bersih diri.
Bersih diri maksudnya perlu memeriksa diri apakah sudah tidak ada dendam, tidak
berselisih paham dengan orang lain, tidak ada lagi ilmu gaib, opo-opo,
jimat-jimat dan berbagai bentuk penyembahan berhala lainnya.
Kalau mau ke Meko
menyaksikan mujizat dan mau mengalaminya, jangan mendua hati, harus dengan iman
yang teguh.
Pembaruan
Budi
Banyak orang membayangkan
bahwa di Meko itu adalah pengobatan yang membuat banyak orang sembuh, padahal
di Meko tidak ada proses penyembuhan secara medis. Demikian diungkapkan oleh
Pdt. James Salarupa, S.Th, pendeta jemaat GKST di Meko, dan Pdt. Drs. Ishak
Poleh, M.Si, ketua I Majelis Sinode GKST.
Kalau ke Meko yang ada
adalah pertobatan, refleksi diri, bersih diri, koreksi diri, sehingga terjadi
“pembaruan budi” yang pada implikasi lainnya terjadi kesembuhan secara fisik.
Kesembuhan secara fisik pun terjadi kalau kita yakin dan percaya.
Berbagai
keinginan
Orang yang mengunjungi Meko
tentu ada berbagai harapan dan keinginan. Ada juga yang ingin menyaksikan
peristiwa, tidak masuk dalam kelompok yang ingin “menikmati dan mengalami”
peristiwa iman yang monumental. Namun soal kesembuhan, banyak yang tidak sembuh
secara jasmaniah.
Berbagai
Gereja
Meko merupakan sebuah daerah
yang relatif kecil, hanya sebuah kecamatan, yaitu kecamatan Pamona Selatan.
Letaknya sekitar 30 kilometer dari Tentena (dimana ada kantor Sinode Gereja
Kristen Sulawesi Tengah) atau 90 km arah selatan Poso, persis di pinggir Danau
Poso. Ada GKI Sulsel, GKMI, Gereja Patekosta Alva Omega, Gereja Katholik,
Gereja Toraja.
Dukungan
Sejak semula ketika
peristiwa Meko terjadi, maka Ketua Umum Badan Pekerja Sinode Gereja Toraja Pdt.
Soleman Batti, M.Th dan Sekretaris Umum Pdt. I.Y. Panggalo, D.Th mendukung
penuh apa yang terjadi, bahkan di berbagai pertemuan mengumumkan mengenai
peristiwa yang terjadi di Meko. Keduanya juga sudah kembali dari Meko. Ini
sebagai bukti dukungan. Hal ini pulalah yang merupakan salah satu pemicu begitu
banyak orang Toraja yang mengunjungi Meko, dan yang paling utama adalah
kesembuhan baik jasmani maupun rohani mereka yang sudah kembali dari Meko.
Kantor
kosong
Menjelang peringatan
Kenaikan Tuhan Yesus ke Sorga, banyak kantor kosong, begitu juga pegawai swasta
lainnya di Tana Toraja. Pada umumnya mereka menyiapkan diri berangkat ke Meko.
Tak heran ketika hari Kamis 17 Mei 2007 pada siang hari ketika Bahana yang
sementara berada di Meko mengadakan percakapan lewat telepon sesudah ibadah
dengan Pdt. Soleman Manguling, M.Th, informasi yang kami peroleh bahwa amat
jarang mobil yang lalu lalang hari itu. Keadaan amat sepi tidak seperti
biasanya.
Orang
gila baru
Kalau orang mau mencari
kesembuhan itu soal biasa. Tetapi kalau belum “bersih diri” maka dapat saja
menjadi orang gila baru. Hal ini disebabkan terjadi pertentangan dalam dirinya
antara nilai iman Kristiani dengan pergumulan karena persoalan-persoalan
pribadi yang belum dapat diselesaikan dengan baik.
Prosesi
ibadah
Ibadah puncak setiap minggu
terjadi pada hari Kamis malam dimulai dengan lagu-lagu mulai dari jam 19.00
hingga jam 24.00. Sesudah itu, doa Bapa pengantar masuk ke pembacaan Alkitab.
Sesudah pembacaan Alkitab dilanjutkan dengan beberapa lagu kemudian Doa Bapa
Kami. Untuk semacam renungan disampaikan dalam bentuk amat sederhana, singkat,
dan bahasa yang sangat mudah dipahami.
Saudara
Muslim juga mengalami hal yang sama.
Menurut kesaksian mereka
yang sudah kembali dari Meko, menyaksikan begitu banyak saudara kita dari
Muslim, Budha yang pergi ke sana dan yakin bahwa penyakit mereka dapat sembuh,
maka hal itu terjadi bagi mereka. Banyak dari antara mereka yang sudah kembali
ke kampung mereka dan menyatakan bahwa yang menyembuhkan mereka adalah Tuhannya
orang Kristen yaitu Yesus.
Jamahan
Sebelum pengunjung sampai
ribuan, maka setiap orang dijamah satu persatu dengan memberikan pesan “siapa
dia” (siapa orang yang dijamah) langsung oleh Selvin. Tetapi sesudah ribuan
orang, maka bentuk penjamahan masih tetap satu persatu tetapi itu dilakukan
hanya menjamah dengan memegang muka setiap orang tanpa memberitahukan siapa dia
lagi. Demikian diungkapkan Albert Manga’ yang setia membantu pelayanan sejak
awal peristiwa tersebut.
Acara jamahan merupakan
salah satu rangkaian kegiatan yang selalu dinanti-nantikan setiap orang yang ke
Meko. Penjamahan biasanya dilaksanakan pada setiap hari Jumat, mulai jam 07.00
- 12.00 kemudian sore hari jam 14.00 - 19.00. Tapi kali ini dimulai jam 10.00 -
12.00 dan jam 14.00 - 19.00. Diluar jam yang sudah diumumkan maka jamahan tidak
lagi dilaksanakan. Mereka yang belum dijamah diminta untuk sabar menunggu satu
minggu lagi.
Jamahan kali ini dalam tiga
bentuk. Bentuk pertama adalah “bidan” dan para “security” (lebih tepat disebut
asistennya) berjalan keliling. Para security mengatur dengan jalur di tengah
dari tenda ke tenda dengan peserta duduk berhadapan, kemudian ibu bidan
berjalan memberi jamahan kepada setiap orang. Orang yang sudah dijamah berdiri.
Bentuk kedua, adalah orang duduk dalam ruang utama (halaman rumah Selvin)
kemudian ibu bidan berkeliling menjamah setiap orang. Orang yang sudah dijamah
langsung berdiri dan keluar kemudian orang lain masuk lagi. Bentuk ketiga,
ketika ibu bidan sudah mulai letih, para security mengatur pengunjung sehingga
ibu bidan duduk dan orang berbaris untuk dijamah. Kalau selesai dijamah maka
akan langsung keluar ruangan.
Karena waktu untuk menjamah
pengunjung sudah habis, maka ibu bidan mengumumkan bahwa jamaham bagi mereka
yang belum, itu akan dilaksanakan minggu depan.
Pulang
- antri - macet
Salah satu persoalan besar
ketika pagi tiba pada hari Sabtu adalah kendaraan yang diperkirakan 5.000 mobil
ditambah lagi motor. Mobil yang ditumpangi Bahana untuk kembali, berangkat dari
lokasi jam 06.30 berjalan amat pelan, bahkan lebih pelan dari orang jalan kaki.
Bayangkan untuk jarak 2 km ditempuh dalam waktu 45 menit. Dengan lebar jalan sekitar
5 meter, kiri-kanan tempat parkir mobil dan motor.
Jawaban:
Dimanakah Tuhan?
Salah satu pergumulan berat
masyarakat Kristiani di Poso dan sekitarnya selama beberapa tahun terakhir ini,
khususnya dalam menghadapi kerusuhan sosial yang mengarah ke persoalan SARA
adalah pertanyaan "Dimanakah Tuhan?" Bahkan lebih radikal lagi:
"Masih adakah Tuhan?" Dan inilah jawabannya. Tuhan menjawab melebihi
apa yang dapat dipikirkan manusia. Jawabannya tidak dapat dijangkau dengan akal
manusia, demikian diungkapkan Pdt. Ishak Pole, Pdt. James Salarupa, dan
beberapa tokoh Gereja yang dapat dijumpai Bahana selama dalam perjalanan
jurnalistik di Meko.
Meruntuhkan
tembok gereja
Peristiwa mujizat di Meko
ini merupakan sebuah momen penting yang meruntuhkan tembok-tembok gereja yang
selama ini dibentengi dengan doktrin. Dalam ibadah di Meko tidak ada lagi
doktrin dan aliran yang ada adalah semua memuji Tuhan dan kebersamaan tanpa
perbedaan dan batas. Demikian pendapat Pdt. James Salarupa dengan Pdt. Dr.
Tius. Orang yang datang beribadah bersama mencari kesembuhan baik kesembuhan
jasmaniah maupun rohani larut dalam kebersamaan, tidak ada lagi batas,
kaya-miskin, tua-muda, sakit-sehat, juga dengan berbagai latar belakang budaya,
agama, suku dan berbagai perbedaan lainnya, tidak ada lagi tempatnya. Bahkan
untuk menanyakan salah satu perbedaan di antara kita yang datang ke sana,
sangat sulit mulut kita mengucapkannya.
Rekonsiliasi
Sosial Versi Allah
Rekonsiliasi sosial
masyarakat terbangun lewat peristiwa ini. Kalau kita sudah ada dalam lokasi,
maka kita tidak dapat melihat siapa pejabat, siapa beragama apa, suku apa, dan
berbagai perbedaan yang ada. Semua pengunjung larut dalam kebersamaan. Rasa
kekeluargaan, rasa kebersamaan, rasa senasib, terbangun dan amat sulit (mulut
tidak mungkin mengucapkan dan mendiskusikan) perbedaan yang ada di antara
pengunjung. Rasanya dan yang terjadi adalah semua merasa bersaudara penuh cinta
kasih tanpa ada rasa perbedaan.
Jadi kalau kita melihat
rekonsiliasi diantara mereka yang datang, maka inilah rekonsiliasi versi Allah.
Malino I dan II tidak ada lagi artinya bila dibandingkan dengan peristiwa yang
terjadi di Meko ini, demikian diungkapkan Pdt. James Salarupa, S.Th, pendeta
jemaat yang sejak semula selalu melayani bersama beberapa pendeta lainnya dalam
sebuah wawancara disela-sela kesibukan melayani ditemani Pdt. Dr. Tertius,
seorang teolog muda di lingkungan GKST.
Lebih jauh diungkapkan Pdt.
Salarupa bahwa banyak bukti yang langsung dilihat sendiri mengenai mujizat itu.
Wande Rutana yang bungkuk asal kampung Bancea langsung berdiri lurus.
Dampaknya
Dampak dari Meko Blessing
menimbulkan sebuah gerakan baru seperti yang diungkapkan Pdt. Menathan Tulak,
S.Th ketika ditemui di Panggala (lebih dari 20 km dari Rantepao, Tana Toraja,
yang mengungkapkan bahwa dampak dari peristiwa Meko dalam kehidupan berjemaat
adalah sangat luar biasa. Ada warga jemaat yang sudah lebih 10 tahun berselisih
paham akhirnya dengan kesadaran sendiri mengunjungi dan saling memaafkan
sebelum ke Meko. Bahkan meminta untuk duduk bersama dalam perjalanan dari
Toraja menuju ke Meko. Juga sangat banyak warga jemaat yang memadati gedung
Gereja setiap Minggu.
Di Sa’dan ada jemaat yang
persembahannya selama ini paling tinggi Rp. 2.000.000,- pada ibadah hari
Minggu, tetapi sesudah banyak warga jemaatnya kembali dari Meko, maka pada
ibadah Paskah yang dirangkaikan dengan perjamuan kudus jumlah persembahan Rp.
32.000.000,- lebih dan orang yang ikut perjamuan kudus 200 lebih dimana
sebelumnya hanya beberapa puluh saja.
Paruru yang sudah dua kali
mengunjungi Meko, mengatakan bahwa sebagai seorang perokok berat maka sesudah
kembali dari Meko tidak merokok lagi bahkan kalau mencium asap rokok akan
terasa sakit kepala. Hal ini juga diungkapkan oleh Mesakh, Andi dan sejumlah
perokok berat yang sudah kembali dari Meko. Kalau dihitung-hitung biaya rokok
cukup untuk belanja kebutuhan sayur-mayur satu keluarga setiap hari.
Dalam kehidupan berjemaat,
seperti yang terjadi di Gereja Toraja Jemaat Tambakuku, Nanggala, Kabupaten
Tana Toraja yang selama ini, dalam ibadah hari Minggu, lebih menekankan pada
ketenangan, bahkan menyanyi dengan kurang semangat, tetapi setelah sebagian
besar warga jemaat kembali dari Meko, dalam ibadah tanggal 27 Mei 2007, dibuka
dengan lagu-lagu penuh semangat diiringi tepuk tangan. Juga dalam ibadah ada
paduan suara ibu-ibu dimana banyak dari antara mereka yang selama ini tidak
pernah tampil di depan, sekarang sudah dapat tampil di depan menyanyi dengan
penuh semangat.
Lagu-lagu yang dinyanyikan
dalam ibadah di Meko, kini mengalun di setiap sudut pasar, toko, setiap ibadah
rumah tangga, dan berbagai pertemuan lainnya dalam kehidupan di Toraja, Luwu,
bahkan hingga keberbagai pelosok di Sulawesi Selatan. Dan tidak hanya orang
Kristen tetapi juga orang lain yang sudah mendapatkan berkat di Meko.
Intinya
adalah pertobatan.
Peristiwa di Meko yang
menjadi inti adalah pertobatan. Soal kesembuhan secara jasmani itu adalah
sebuah implikasi atau hasil dari pertobatan itu sendiri. Jadi kalau orang mau
ke Meko hanya karena ingin sembuh dari penyakitnya maka dia mungkin akan
kecewa. Jadi kalau ke Meko tujuan kita adalah untuk menyucikan diri dari
dosa-dosa dan mau kembali berjalan di atas rel kehidupan beriman kita
sebagaimana dinyatakan dalam Alkitab. Demikian diungkapkan oleh Luther K,
Andarias, Yeheskiel, Listawati, Mesakh, Oktanianus dan sejumlah orang yang
menyaksikan peristiwa yang terjadi di Meko.
Kesaksian
Drs. Musa Toding, MBA
Drs. Musa Toding, MBA mantan
Rektor Universitas Kristren Indonesia Toraja, yang pergi ke Meko akhir Maret
lalu, sudah memberikan kesaksian di kantor Badan Pekerja Sinode Gereja Toraja
pada tanggal 2 April 2007 jam 11.00 dan penulis menyaksikan sendiri kondisinya.
Dia sudah tidak memakai tongkat dan dapat memberikan salam dengan tangan
kanannya. Sebelumnya beberapa tahun dia selaluj ditemani tongkat dan orang yang
siap membantu kemana dia akan berjalan. Tangan kanannya tidak dapat menyalami
orang, sehingga selalu memakai tangan kiri kalau memberi salam. Begitu pula
tongkatnya sudah tinggal di Meko karena sudah dapat berjalan tanpa memakai
tongkat.
Selain itu, sejumlah orang
yang sudah kembali memberi kesaksian di dalam ibadah hari Minggu dan ibadah
rumah tangga. Bahkan dimanapun mereka duduk, senantiasa menceriterakan mengenai
apa yang mereka alami di Meko.
Dalam ibadah hari minggu 8
April 2007 di jemaat Sion Sangkombong, ada sejumlah anggota jemaat yang kembali
dari Meko memberikan kesaksian mengenai pengalaman iman mereka. Ada yang
sebelumnya harus memakai kaca mata, tetapi di Meko kacamata itu ditinggalkan
karena sudah dapat membaca tanpa menggunakan kaca mata.
Dari Sa’dan, sebuah daerah
sebelah utara Tana Toraja yang kembali dari Meko mengalami mujizat Tuhan yang
luar biasa. Ada yang buta sejak lahir dapat melihat kembali. Ada yang buta,
tuli sudah dapat melihat. Belum lagi yang mengalami beberapa penyakit.
Jadi
tukang urut dadakan
Salah satu pengalaman yang
cukup menarik ialah yang dialami oleh mama Anto salah seorang anggota jemaat di
Bancea. Hampir setiap minggu selama dua bulan terakhir ke Meko (jarak Meko
dengan Bancea 23 km dan untuk menghemat biaya perjalanan dia naik truk)
terutama pada hari Kamis menjelang ibadah puncak penyembuhan pada malam Jumat
tengah malam.
Pengalamannya, ada seorang
anggota jemaat yang sudah lama tidak ke gereja karena sakit punggung
menyebabkan tidak mampu berjalan dan hanya tinggal di kamar di rumahnya. Ketika
mama Anto berkunjung, maka si sakit meminta minyak kelapa untuk didoakan
kemudian dipakai mengurut badannya. Mama Anto yang belum pernah berdoa di depan
orang lain sepertinya panik, tetapi karena desakan dari si sakit, maka Mama
Anto berdoa untuk kesembuhan si sakit dan meminta agar minyak kelapa ini
menjadi sarana kesembuhan. Sesudah itu, mama Anto mengurut seluruh badan dari
si sakit sekitar satu jam. Hari Minggu dengan heran mama Anto melihat si Sakit
sudah pergi ke gereja walaupun masih tertatih-tatih. Baginya ini sebuah mujizat
yang menurutnya sebagai buah mujizat dari Meko.
Penyegaran
iman
Bagi Evie, Anto dan Daud,
pengunjung asal Makasar mengungkapkan bahwa bagi yang tidak mempunyai penyakit
secara fisik, maka kedatangannya ke Meko sebagai sebuah penyegaran iman. Datang
ke Meko untuk mendapatkan kesegaran baru dalam beriman.
Jangan
membeli rokok dan minuman keras
Sepertinya dikomando, para
penjual di Tentena dan daerah sekitar yang berdekatan dengan Meko, kalau orang
membeli pasti ditanya jangan membeli rokok, minuman keras dan domino kalau mau
ke Meko. Jika tidak hal ini pasti diketahui kalau sempat masuk ke lokasi.
Sebagai contoh: ada seorang pelayan (pendeta) yang membawa rokok, walaupun
jaraknya lebih seratus meter dari tempat ibu bidan berdiri, tetapi ia
mengumumkan bahwa ada seorang hamba Tuhan dalam lokasi yang mengeraskan hatinya
dan masih mencoba-coba membawa rokok lengkap dengan warna baju yang dikenakan.
Memang secara akal manusia tidak mungkin tetapi menurut bidan bahwa hal itu
adalah kuasa Tuhan, dan dia hanyalah sebagai alat Tuhan.
Iklan
mulut ke mulut
Iklan yang paling jitu
mengenai peristiwa Meko adalah ceritera/ kesaksian dari mulut ke mulut mengenai
berbagai mujizat yang terjadi.
Berusaha
datang
Mujizat Meko membuat kita
berusaha sekuat tenaga dan juga mencari uang untuk biaya datang ke Meko
menyaksikan dan mau mengalami mujizat yang terjadi. Dan seandainya pertandingan
sepakbola walaupun itu kelas dunia belum tentu mau datang ke Meko. Demikian
diungkapkan oleh Yusuf dan Kombo Randa Bunga, dua orang dari Makassar yang
menghabiskan 7 hari dan dana ratusan ribu untuk datang ke Meko.
Minyak
kelapa
Minyak kelapa atau minyak
gosok yang dibeli kemudian dibawa kembali ke rumah sebagai sebuah minyak untuk
dipakai mengurut kalau sakit badan. Minyak kelapa tersebut diisi dengan bawang
merah tanpa diiris. Kesembuhan karena memakai minyak kelapa ini banyak dialami
orang yang tidak ke Meko tetapi diurut dengan minyak ini.
Pergumulan
pribadi
Soal keberangkatan ke Meko
dalam perjalanan jurnalistik, semula hanya mau berangkat seorang diri, tetapi
sesudah bergumul dalam doa selama beberapa hari, maka diputuskan untuk
berangkat bersama keluarga (anak dan istri) serta keluarga lainnya, yang
akhirnya untuk menghemat biaya maka dipilih untuk naik truk sehingga dapat
membawa kompor dan kebutuhan makan minum selama di Meko. Jadi perjalanan
jurnalistik bagi Bahana kali ini digabung dengan “ziarah iman” dan “reatreat
keluarga”. Sungguh suatu pengalaman tak terlupakan. Sebuah perjalanan ziarah
iman untuk “menyucikan diri”.
Sesampai ke Meko pada hari
Rabu pagi, tanggal 16 Mei 2007 mengunjungi beberapa tempat untuk melihat
suasana yang ada. Sesampai ke pusat ibadah (halaman rumah Selvin) Bahana
menyaksikan begitu banyak aktifis gereja dari Makassar dan berbagai daerah di
Indonesia yang pernah bertemu, kenal dan diskusi dengan Bahana. Semuanya itu
disalami satu persatu dan sebagian besar sudah mengalami perubahan tetapi yang
paling utama, adalah semua sudah datang mengadakan pertobatan dan berserah diri
kepada Tuhan. Karena tak tahan menahan haru maka air mata mulai mengalir.
Bahkan kegerakan baru dalam kehidupan berjemaat di Toraja dan beberapa daerah
sekitarnya terbangun.
Diskusi
panjang
Peristiwa Meko, merupakan
sebuh fenomena baru dalam kehidupan beriman, tetapi pihak lain peristiwa ini
merupakan sebuah diskusi panjang. Ada yang berpendapat bahwa itu adalah ajaran
sesat dan berbagai pendapat lainnya. Warga jemaat, masyarakat umum
mendiskusikan kejadian ini baik di pasar, rumah sakit, dan berbagai kesempatan.
Dalam kehidupan berjemaat,
setiap ada pertemuan, apakah itu kebaktian rumah tangga, ibadah hari Minggu,
orang senantiasa membahas mengenai kejadian Meko: si anu sembuh, si anu dijamah
kemudian langsung berdiri dan berjalan kesana-kemari.
Persoalan sekarang menurut
sejumlah tokoh agama adalah bagaimana memelihara semangat yang meluap-luap bagi
mereka yang sudah mengalami mujizat di Meko untuk dapat tetap berkobar-kobar
dalam kehidupan warga jemaat.
Warung
dadakan
Di Meko, ratusan warung
makan dan minum dadakan yang dibangun apa adanya dengan menjual mie instan,
makan dengan lauk-pauk apa adanya dengan harga Rp. 3.000,- hingga Rp. 10.000,-.
Selain itu, ada WC dibangun apa adanya dengan biaya sekali buang air kecil Rp.
1.000,- dan buang air besar Rp. 3.000,-.
Diuji
oleh waktu
Persoalan sekarang adalah
semuanya akan diuji oleh waktu. Apakah kesembuhan yang sudah dialami itu akan
semakin baik ataukah akan kembali ke model semula. Hanya waktulah yang akan
menjadi saksi.
Rantepao Akhir Mei 2007
Kutipan Komentar:
Eben Papasi - 7 Juni 2007:
Luar biasa, itulah kata yang
terungkap ketika Meko dijadikan pusat perhatiaan sebagai sebuah fenomena dimana
Roh Tuhan bekerja. Fenomena Meko merupakan kejadiaan yang luar biasa di abad
ini, dimana pemulihan umat Tuhan sedang terjadi. Apa yang sedang terjadi di
Meko, memang pada satu sisi menimbulkan perdebatan dimana perang ideologi yang
mengklaim bahwa itu bukan pekerjaan Kristus dan pada sisi lain kenyataan bahwa
Roh Tuhan sedang memulihkan umatNya pasca kerusuhan.
Dalam komentar ini, saya
tidak menanggapi tentang polemik yang sedang terjadi, tetapi saya mengajak
untuk melihat bahwa peristiwa Meko telah membawa semua orang pada sebuah
transformasi iman yang melahirkan pertobatan, dan pertobatan melahirkan
penyembuhan. Saya melihat bahwa tekanan utama dari kejadian Meko adalah
pertobatan. Pertobatanlah yang melahirkan pembaharuan hidup.
Saya melihat bahwa letak
mujizat Meko adalah bagaimana semua agama yang datang ke Meko di dalam keunikan
agamanya masing-masing dapat hidup bersama dan mengakui adanya satu Tuhan. Ini
merupakan satu mujizat yang besar bagi kehidupan umat beragama. Ada
rekonsiliasi ilahi yang terjadi.
Dari perspektif misi Allah,
Allah sedang mengerjakan kuasa-Nya bagi umat manusia melalui seorang anak
kecil. Ini merupakan suatu kejaiban dunia. Oleh karena itu, kita tidak dapat
membatasi pekerjaan Roh Kudus dalam kastil-kastil dan denominasi tertentu,
tetapi Roh Allah akan bekerja sampai kedatangan Yesus Kedua kalinya.
Marilah kita melihat bahwa
kejadian Meko merupakan momen kita semua untuk lebih mendekatkan diri kepada
Yesus.
Ir. Gideon Charles - 16 Juni
2007:
Biarlah mujizat yang terjadi
di Meko, Toraja dan di tempat lain membawa pertobatan dan kebangunan Rohani
bagi siapa yang mendengar, terlebih bagi yang menyaksikan langsung. Saya
percaya Tuhan ingin menyatakan kuasanya dan mengubah Indonesia, dimulai dari
daerah yang mayoritas penduduknya adalah notabene orang Kristen. Marilah kita
semua sebagai umat pilihan bangkit, tidak hanya menjadi orang Kristen KTP atau
keturunan.
Untuk mengubah Indonesia,
diperlukan kebangunan spiritual dan moral yang mana membutuhkan kuasa
Kebangkitan Kristus.
Untuk sesama orang Toraja,
marilah kita bertobat meninggalkan judi sabung ayam, pesta yang berlebihan,
membeda-bedakan orang dalam gereja berdasarkan kedudukan dalam masyarakat;
berantas narkoba, korupsi dan budaya negatif yang lain.
Marilah kita bekerja keras,
mengubah diri kita, keluarga kita, lingkungan kita, gereja kita dan akhirnya
mengubah Indonesia.
Biarlah Toraja tidak hanya
terkenal karena budaya nenek moyang, tetapi juga terkenal karena kehidupan
spiritual masyarakatnya.
Jika di Meko dan Toraja
semua orang dari berbagai agama datang ke sana, biarlah itu menjadi model bagi
kehidupan beragama di daerah-daerah lain. Hilangkan prasangka yang tidak
berdasar dan belum tentu benar.
Segala kemuliaan hanya bagi
Dia, Allah yang hidup, Allah yang menyatakan dirinya sepanjang sejarah manusia
dan yang empunya sejarah itu sendiri.
Kumpulan Kisah Nyata:
No comments:
Post a Comment