Wednesday, July 18, 2012

Kesaksian Sarah

Bagi banyak orang yang telah meninggalkan Islam, proses yang dilibatkan tidak hanya berhenti dari agama itu; tetapi bagi beberapa orang hal itu bisa berarti tidak lagi diakui oleh keluarga dan dibuang oleh teman-teman. Selagi Iran menemukan dirinya diisolasi oleh komunitas internasional, banyak orang Iran yang secara individual diisolasi dari keluarga mereka, yaitu setelah mereka melihat cara rejim Iran memerintah dan bagaimana hal itu mempengaruhi hidup mereka.

Ketika suaminya menjadi seorang Kristen, Sarah menemukan dirinya bergulat dengan agama Islam yang sejak lahir ia anut. Pada akhirnya, ia memutuskan bahwa kejahatan dari ajaran Islam tidak cocok dengan anugerah dan kasih yang dahsyat yang diajarkan oleh Alkitab. Ia mengenal Islam. Dan ia tahu bahaya yang hadir melalui agama ini. Pesannya kepada semua yang membaca kisah ini adalah: Kristus adalah damai, Islam tidak. Ia khawatir bahwa Barat tidak memahami hal ini. Dan ia khawatir akan masa depan.

Kesaksian Sarah
Saya dilahirkan di Iran pada tahun 1950. Saya dibesarkan di sebuah keluarga Shiah yang terdidik dan kaya raya. Ayah saya adalah seorang Muslim yang taat dan rindu untuk menyukakan hati Allah. Ia sangat sensitif secara spiritual dan biasanya hampir selalu berbicara mengenai iman, kasih dan ketaatan. Sebelumnya ia menjalani kehidupan yang liar, tetapi ketika berusia sekitar 35 an tahun, yaitu setelah memiliki tiga atau empat anak, ia lebih stabil dan berpaling kepada Allah. Ia mencoba untuk mengenal Allah dengan semua kebesaranNya, dan apa yang bisa diberikan oleh Islam kepadanya. Ia juga mempelajari agama-agama lain untuk mengetahui apakah ada hal lain dalam agama itu yang tidak bisa ditawarkan oleh Islam. Sayangnya, studinya mengenai kekristenan tidak cukup dalam. Tidak ada orang Kristen yang ingin membagikan hidup mereka di dalam Kristus dengan ayahku. Ayah saya dilatih oleh militer Amerika Serikat, jadi ia pernah hidup cukup lama di Amerika. Sekali bepergian ke Amerika ia bisa tinggal di sana selama tiga hingga delapan belas bulan. Tetapi sejauh yang saya ketahui, tak seorang pun pernah memberikan kesaksian kepadanya.

Saya mengasihi ayah saya; ia adalah seorang yang luar biasa. Sebagai anak bungsu saya melihatnya sebagai pahlawan saya. Kendati aku seorang wanita di sebuah negeri Muslim, tetapi ia selalu memberikanku kesempatan-kesempatan yang biasanya dalam budaya kami hanya diperuntukkan bagi anak laki-laki. Ketika aku menginjak remaja, ia mengirimku ke Amerika untuk meneruskan pendidikanku dan menjadi seorang dokter suatu hari kelak. Aku adalah siswa yang sangat baik dan ayahku menginginkanku meraih hal yang terbesar dalam hidupku.

Saat tiba kembali Amerika, saya terkejut dengan budaya di negara ini. Gaya hidup orang di sini agak liar. Itu terjadi tahun 1970 an, dan sejumlah gadis SMA kelihatannya terlalu liar. Saya selalu memiliki teman-teman putra, tetapi ketika saya di Iran saya tidak bisa berpacaran. Pacaran terbuka seperti itu adalah sesuatu yang sangat baru bagi saya. Saya tidak bergabung dalam kancah berpacaran hingga aku memasuki perguruan tinggi. Tentu saja, orang tuaku tidak menyadari sisi kehidupanku ini. Mereka pastilah tidak akan pernah menyetujuinya. Saya bertemu dengan banyak pria Amerika; karena saya seorang mahasiswi yang populer di perguruan tinggi, saya pun berganti-ganti teman kencan. Namun setelah para pria itu menemukan bahwa ciuman perpisahan pada malam hari pun adalah sesuatu yang berlebihan bagiku, maka mereka tidak lagi mengajakku kencan untuk keduakalinya. Ketika berada di perguruan tinggi, saya tinggal bersama dengan satu keluarga Amerika yang pergi beribadah ke gereja setiap hari Minggu. Saya bahkan pergi juga ke gereja bersama mereka. Injil diberitakan, tetapi hal itu tidak mempengaruhi saya. Saya percaya bahwa Roh Kudus akan membuka telinga dan mata kita saat waktunya tiba bagi kita mendengar pesannya.

Saya mengenal Alex saat masih di SMA. Ia seorang yang populer, seorang pemain sepak bola, tampan; pria yang menyenangkan dimana semua gadis-gadis populer pernah berkencan dengannya. Saya bertemu dengannya dua tahun kemudian. Kami pun mulai keluar bersama-sama. Ia tahu bahwa saya adalah seorang Muslim, kendati pada saat itu hanyalah seorang Muslim KTP. Ia sendiri seorang Katolik KTP. Kami mulai berkencan secara eksklusif; ia cukup sabar untuk tidak memaksaku masuk ke dalam sebuah hubungan yang biasanya dicari oleh para pria. Saya jatuh cinta dengannya, dan setelah berkencan selama tiga atau empat bulan, kami pun memutuskan untuk menikah. Pada waktu itu kami bahkan belum berusia 20 tahun. Kami memutuskan untuk tidak memberitahukan kepada orang tua kami akan keputusan kami. Saat orang tuanya tahu, mereka agak gusar, tetapi mereka mengenal saya dan menyukai saya. Iman mereka tidaklah begitu kuat, karena itu tidak jadi masalah bagi mereka bahwa putra mereka menikahi seorang Muslim.

Kendati saya tidak mempraktekkan Islam, saya beritahukan kepada Alex bahwa saya tidak akan pernah mengganti agama saya demi dia. Saya sangat bangga dengan warisan dan agama saya. Baginya, hal itu sama sekali bukan masalah, karena ia pun tidak lagi memiliki keyakinan dalam Yesus Kristus.

Ketika orang tua saya mengetahui bahwa saya telah menikah dengan seorang lulusan SMA, berkebangsaan Spanyol dan seorang Katolik, mereka menjadi gila. Ayah saya tidak lagi mengakui saya, dan ibuku menjadi sangat marah kepadaku sampai-sampai ia tidak bisa lagi berbicara kepadaku di telepon. Saya merasa sangat hancur hati. Saya tidak bisa menghadapi kenyataan bahwa sekarang saya menjadi terpisah dengan mereka. Apa yang saya pikirkan saat menikah dengan Alex? Ini tak mungkin berhasil. Saya beritahukan kepada Alex bahwa jika orang tuaku tidak mengampuniku, maka aku akan meninggalkannya. Ini adalah saat yang sangat sulit buat kami berdua. Kami saling mengasihi, tetapi keluarga harus didahulukan.

Tiga minggu kemudian, saya menerima telepon dari ayah. Ya, ayah saya. Dia dan ibu akan datang ke Amerika untuk bertemu dengan suamiku. Saya sangat gembira tetapi pada saat yang sama juga merasa takut. Begitu juga dengan Alex. Ketika mereka tiba dan bertemu selama beberapa waktu dengan Alex, mereka pun menyadari mengapa saya menikahi Alex. Dia sangat mirip dengan ayah saya. Ayah saya menghabiskan waktu berjam-jam menjelaskan tentang Islam kepada Alex. Tujuan dalam hidupnya sekarang adalah berusaha membawa suami saya kepada Islam. Alex merasa sangat tertantang secara spiritual dan sangat terkesan akan pengetahuan ayah saya dan semangatnya kepada iman Islamnya. Percaya atau tidak, Tuhan memakai ayah saya yang Muslim untuk mendorong Alex bersemangat untuk menemukan imannya, dan kemudian ternyata ia menemukan bahwa kekristenan memiliki banyak fakta-fakta yang menarik mengenai hal itu, dan apa artinya itu bagi dia. Mengapa ia menyebut dirinya sebagai seorang Kristen?

Setelah menikah selama lima tahun, Alex dipindahkan ke Timur Jauh oleh pihak militer. Saya tidak bisa mendampinginya, karena harus menyelesaikan kuliah. Saya benar-benar sendirian dan tanpa keluarga atau teman dekat. Alex menemukan teman-teman baru di tempat yang baru, dan mereka mulai mengajaknya untuk pergi ke gereja mereka. Ia sungguh-sungguh berusaha menemukan arti sebenarnya dari imannya, dan sekali untuk selama-lamanya ia akan membuat sebuah keputusan apa yang akan ia lakukan mengenai hal itu. Ribuan mil jauhnya, Tuhan pun mulai bekerja dalam diri saya. Ia mulai mengelilingiku dengan orang-orang Kristen.

Saya bertemu dengan Mary di salah satu mata pelajaran. Ia memiliki senyum yang besar di wajahnya, dan menunjukkan ketertarikan yang besar kepada siswa-siswa dari negara-negara lain. Ia dan saya menjadi teman baik, dan ia menjadi saudaraku. Sebelumnya ia adalah seorang Katolik, kemudian ia menyerahkan hatinya kepada Yesus Kristus dan bergabung dengan Gereja Injili. Kali pertama dalam hidup saya, saya mulai melihat apa yang Yesus Kristus dapat lakukan dalam hidup seseorang. Ia selalu ada untuk saya. Ia tidak pernah menyerangku dengan Alkitabnya, sebaliknya ia membagikan banyak ayat-ayat yang indah dari dalamnya. Ia hadir saat aku memerlukan teman untuk bisa menangis di bahunya karena merindukan suamiku. Ia hadir untuk belajar bersama-sama denganku saat kami sedang mempersiapkan diri menghadapi ujian akhir. Ia hadir ketika aku membaca surat dari Alex saat ia menjelaskan kepadaku perjalanannya untuk bertemu dengan Kristus. Ia sangat tertarik mendengar kisah Alex, meskipun temanku ini belum pernah bertemu dengannya.

Beberapa bulan kemudian, untuk menghadiri wisudaku, Alex pulang ke rumah. Ia menjadi seorang yang baru. Ia telah dibaptis di gerejanya dan telah “dilahirkan kembali”. Saya tidak mengerti hal itu. Bukankah dia sudah menjadi seorang Kristen sebelumnya? Mary dan Alex, ketika mereka bertemu, mereka seakan-akan sudah berkenalan selama bertahun-tahun. Hal itu kelihatan janggal! Alex dan saya berlibur setelah wisuda saya dan melakukan perjalanan yang panjang pulang ke rumah, sehingga saya bisa tinggal bersamanya ketika ia kembali ke Timur Jauh.

Selama menempuh perjalanan yang panjang ini, Alex membagikan kepadaku imannya yang baru. Ia benar-benar telah berubah. Ia merasa sangat senang, merasa damai yang aku sendiri tidak bisa menjelaskannya. Ia juga sangat yakin, dan sangat memperhatikan saya. Ia benar-benar menjadi seorang pria yang berubah. Ia sampaikan kepadaku bahwa ia memiliki kasih bagiku supaya aku bisa mengenal Tuhan melalui Yesus Kristus. Saya menjadi sangat marah mendengarnya. Saya ingatkan dia bahwa saya akan tetap menjadi Muslim hingga saya mati. Ia sangat sedih mendengar pernyataanku, karena itu ia tidak pernah menyinggung hal ini lagi. Ia datang kepada Tuhan di dalam doa dan menyerahkanku kepadaNya. Alex menyadari bahwa saya terlalu sulit baginya untuk ia kerjakan sendiri. Saya sangat keras kepala dan saya tidak akan pernah menyerah kepada keinginannya. Ia pernah menantangku untuk paling tidak meninggalkan imanku.

Setelah ia kembali ke Timur Jauh dan saya mendapatkan pekerjaan pertama dan sudah lebih mapan, saya mulai berdoa setiap hari, dan membaca Quran. Saya mencari damai yang sudah ia temukan. Disamping itu, bukankah kami menyembah Tuhan yang sama? Karena itu Tuhan yang sama ini pastilah membagikan berkat yang sama di dalam Islam sebagaimana yang Ia lakukan di dalam Kekristenan. Ketika saya mencarinya Tuhan yang penuh kasih dan damai ini dalam Islam, Tuhan tidak menghentikan karyaNya di dalam hidup saya. Saya bertemu dengan pria pertama di tempat kerja yang baru yang kebetulan juga seorang Kristen “lahir baru”, eks Katolik! Bagaimana saya bisa melepaskan diri dari orang-orang seperti ini?

Ia juga sangat bersemangat dengan imannya, dan tidak ragu untuk membagikan empat hukum rohani kepadaku. Saya beritahukan kepadanya untuk mundur, sebab aku tahu apa yang ia percayai dan saya tidak tertarik. Sekarang ia tahu bahwa Tuhan sedang bekerja di dalamku. Ia sangat ramah; ia menolongku ketika mobilku mogok. Ia juga selalu hadir untuk membantuku ketika tengah mengerjakan proyek-proyek kami. Ketika saya melakukan kesalahan, maka ia membiarkan dirinya dipersalahkan atas hal itu. Ia benar-benar penuh dengan kasih dan memiliki damai yang tak bisa saya jelaskan. Saya telah menyaksikan hal ini dalam diri Mary, Alex dan sekarang dalam diri Matt. Ada banyak sekali kesamaan dalam diri orang-orang ini, dan bahkan mereka tidak saling mengenal! Allah, tunjukkanlah kepadaku bagaimana aku bisa menjadi seperti mereka melalui Islam.

Tetapi jawabannya tak pernah datang. Saya selesai membaca seluruh Quran dan tak mampu mengidentifikasikan Tuhan yang sama. Mungkinkah Ia Tuhan yang berbeda? Jika Islam itu benar, maka mustahil Kristen benar. Seseorang menyampaikan kebohongan di sini! Saya akan berdoa kepada Tuhan agar Ia menyatakan kebenaranNya. Saya sekarang menjadi curiga dengan Islam, dengan semua kebencian, penghakiman, murka, kebohongan-kebohongan, hidup Nabi yang tidak kudus, dan lain sebagainya. Saya tidak bisa mempercayai pesan Kristen bahwa saya memerlukan seorang Juru Selamat, yaitu Yesus Kristus, Tuhan sendiri! Benar-benar pesan yang aneh. Allah, tunjukkanlah kepadaku dimana kebenaran itu!

Delapan belas bulan berlalu sejak suami saya memintaku mempertimbangkan untuk menerima Kristus. Sekarang saya menjadi lebih bingung dan lebih defensif daripada sebelumnya. Ia pulang ke rumah dengan baik-baik hanya untuk bertemu denganku menantangnya dengan kuat. Saya benar-benar membuat hidupnya menjadi susah. Ada peperangan rohani di rumah kami. Kemudian saya pergi ke gereja bersamanya, tetapi sama sekali tidak terlibat dengan doa, atau menyanyikan lagu-lagu himne bersama jemaat. Saya tidak percaya dengan apa yang mereka katakan, jadi saya tidak akan berpartisipasi dengan aktifitas-aktifitas itu.

Saya tidak bisa diyakinkan dengan fakta bahwa Yesus itu adalah Tuhan sendiri. Hal ini adalah sebuah penghujatan! Tidak hanya hal itu tidak masuk akal, tetapi hal itu juga membuat bulu kudukku berdiri. Bagaimana orang-orang ini mempercayai semuanya itu?

Setelah kami menghadiri kebaktian di gereja itu selama empat atau lima bulan, saya menghadiri kebaktian sendirian karena suami saya ada di luar kota. Karena saya mengenal pendetanya dan banyak pasangan-pasangan muda lainnya – mereka sekarang menjadi teman-teman saya – saya merasa cukup nyaman untuk pergi sendiri. Hari itu, ketika ada panggilan untuk maju ke depan, saya sendiri mendapati diri saya menyanyikan “Amazing Grace”. Saya hampir tidak bisa mempercayainya. Saya berhenti di pertengahan lagu dan tidak lagi menyanyikannya. Kemudian pendeta bertanya kepada jemaat, “Jika anda merasa bahwa Roh Kudus memanggilmu untuk maju ke depan, jangan ragu-ragu.”

Tak mungkin saya maju ke depan. Saya sedang dipengaruhi oleh emosi pada saat itu, suamiku tidak ada di situ, dan saya sendiri masih tidak percaya bahwa Yesus itu adalah Tuhan sendiri. Pastor menunggu dan tak ada seorang pun yang maju. Malam itu ketika Alex pulang ke rumah, saya tidak mengatakan apa-apa kepadanya. Pagi berikutnya, tanggal 2 Oktober 1983, saya membangunkan suami saya dan memberitahukan kepadanya bahwa sekarang saya percaya bahwa Yesus adalah Tuhan sendiri, dan saya membutuhkannya supaya Ia mengampuni dosa-dosaku, dan menjadi Juru Selamatku. Alex benar-benar terkejut sampai-sampai ia menangis seperti seorang bayi. Ia hampir tidak bisa mempercayai bahwa Tuhan telah merubah hatiku yang keras kepadaNya. Ia telah melaksanakan karyaNya, melalui kesaksian-kesaksian yang disampaikan oleh teman-teman dan suamiku. Benar-benar sebuah sukacita besar bahwa sekarang Saya telah DILAHIRKAN KEMBALI.

Sumber: http://www.siaranalhayat.com

No comments:

Post a Comment