Bagi banyak
orang yang telah meninggalkan Islam, proses yang dilibatkan tidak hanya
berhenti dari agama itu; tetapi bagi beberapa orang hal itu bisa berarti tidak
lagi diakui oleh keluarga dan dibuang oleh teman-teman. Selagi Iran menemukan
dirinya diisolasi oleh komunitas internasional, banyak orang Iran yang secara
individual diisolasi dari keluarga mereka, yaitu setelah mereka melihat cara
rejim Iran memerintah dan bagaimana hal itu mempengaruhi hidup mereka.
Ketika suaminya
menjadi seorang Kristen, Sarah menemukan dirinya bergulat dengan agama Islam
yang sejak lahir ia anut. Pada akhirnya, ia memutuskan bahwa kejahatan dari
ajaran Islam tidak cocok dengan anugerah dan kasih yang dahsyat yang diajarkan
oleh Alkitab. Ia mengenal Islam. Dan ia tahu bahaya yang hadir melalui agama
ini. Pesannya kepada semua yang membaca kisah ini adalah: Kristus adalah damai,
Islam tidak. Ia khawatir bahwa Barat tidak memahami hal ini. Dan ia khawatir
akan masa depan.
Kesaksian Sarah
Saya dilahirkan
di Iran pada tahun 1950. Saya dibesarkan di sebuah keluarga Shiah yang terdidik
dan kaya raya. Ayah saya adalah seorang Muslim yang taat dan rindu untuk
menyukakan hati Allah. Ia sangat sensitif secara spiritual dan biasanya hampir
selalu berbicara mengenai iman, kasih dan ketaatan. Sebelumnya ia menjalani
kehidupan yang liar, tetapi ketika berusia sekitar 35 an tahun, yaitu setelah
memiliki tiga atau empat anak, ia lebih stabil dan berpaling kepada Allah. Ia
mencoba untuk mengenal Allah dengan semua kebesaranNya, dan apa yang bisa
diberikan oleh Islam kepadanya. Ia juga mempelajari agama-agama lain untuk
mengetahui apakah ada hal lain dalam agama itu yang tidak bisa ditawarkan oleh
Islam. Sayangnya, studinya mengenai kekristenan tidak cukup dalam. Tidak ada
orang Kristen yang ingin membagikan hidup mereka di dalam Kristus dengan
ayahku. Ayah saya dilatih oleh militer Amerika Serikat, jadi ia pernah hidup
cukup lama di Amerika. Sekali bepergian ke Amerika ia bisa tinggal di sana
selama tiga hingga delapan belas bulan. Tetapi sejauh yang saya ketahui, tak
seorang pun pernah memberikan kesaksian kepadanya.
Saya mengasihi
ayah saya; ia adalah seorang yang luar biasa. Sebagai anak bungsu saya
melihatnya sebagai pahlawan saya. Kendati aku seorang wanita di sebuah negeri
Muslim, tetapi ia selalu memberikanku kesempatan-kesempatan yang biasanya dalam
budaya kami hanya diperuntukkan bagi anak laki-laki. Ketika aku menginjak remaja,
ia mengirimku ke Amerika untuk meneruskan pendidikanku dan menjadi seorang
dokter suatu hari kelak. Aku adalah siswa yang sangat baik dan ayahku
menginginkanku meraih hal yang terbesar dalam hidupku.
Saat tiba
kembali Amerika, saya terkejut dengan budaya di negara ini. Gaya hidup orang di
sini agak liar. Itu terjadi tahun 1970 an, dan sejumlah gadis SMA kelihatannya
terlalu liar. Saya selalu memiliki teman-teman putra, tetapi ketika saya di
Iran saya tidak bisa berpacaran. Pacaran terbuka seperti itu adalah sesuatu
yang sangat baru bagi saya. Saya tidak bergabung dalam kancah berpacaran hingga
aku memasuki perguruan tinggi. Tentu saja, orang tuaku tidak menyadari sisi
kehidupanku ini. Mereka pastilah tidak akan pernah menyetujuinya. Saya bertemu
dengan banyak pria Amerika; karena saya seorang mahasiswi yang populer di
perguruan tinggi, saya pun berganti-ganti teman kencan. Namun setelah para pria
itu menemukan bahwa ciuman perpisahan pada malam hari pun adalah sesuatu yang
berlebihan bagiku, maka mereka tidak lagi mengajakku kencan untuk keduakalinya.
Ketika berada di perguruan tinggi, saya tinggal bersama dengan satu keluarga
Amerika yang pergi beribadah ke gereja setiap hari Minggu. Saya bahkan pergi
juga ke gereja bersama mereka. Injil diberitakan, tetapi hal itu tidak
mempengaruhi saya. Saya percaya bahwa Roh Kudus akan membuka telinga dan mata
kita saat waktunya tiba bagi kita mendengar pesannya.
Saya mengenal
Alex saat masih di SMA. Ia seorang yang populer, seorang pemain sepak bola,
tampan; pria yang menyenangkan dimana semua gadis-gadis populer pernah
berkencan dengannya. Saya bertemu dengannya dua tahun kemudian. Kami pun mulai
keluar bersama-sama. Ia tahu bahwa saya adalah seorang Muslim, kendati pada
saat itu hanyalah seorang Muslim KTP. Ia sendiri seorang Katolik KTP. Kami
mulai berkencan secara eksklusif; ia cukup sabar untuk tidak memaksaku masuk ke
dalam sebuah hubungan yang biasanya dicari oleh para pria. Saya jatuh cinta
dengannya, dan setelah berkencan selama tiga atau empat bulan, kami pun
memutuskan untuk menikah. Pada waktu itu kami bahkan belum berusia 20 tahun.
Kami memutuskan untuk tidak memberitahukan kepada orang tua kami akan keputusan
kami. Saat orang tuanya tahu, mereka agak gusar, tetapi mereka mengenal saya
dan menyukai saya. Iman mereka tidaklah begitu kuat, karena itu tidak jadi
masalah bagi mereka bahwa putra mereka menikahi seorang Muslim.
Kendati saya
tidak mempraktekkan Islam, saya beritahukan kepada Alex bahwa saya tidak akan
pernah mengganti agama saya demi dia. Saya sangat bangga dengan warisan dan
agama saya. Baginya, hal itu sama sekali bukan masalah, karena ia pun tidak
lagi memiliki keyakinan dalam Yesus Kristus.
Ketika orang tua
saya mengetahui bahwa saya telah menikah dengan seorang lulusan SMA, berkebangsaan
Spanyol dan seorang Katolik, mereka menjadi gila. Ayah saya tidak lagi mengakui
saya, dan ibuku menjadi sangat marah kepadaku sampai-sampai ia tidak bisa lagi
berbicara kepadaku di telepon. Saya merasa sangat hancur hati. Saya tidak bisa
menghadapi kenyataan bahwa sekarang saya menjadi terpisah dengan mereka. Apa
yang saya pikirkan saat menikah dengan Alex? Ini tak mungkin berhasil. Saya
beritahukan kepada Alex bahwa jika orang tuaku tidak mengampuniku, maka aku
akan meninggalkannya. Ini adalah saat yang sangat sulit buat kami berdua. Kami
saling mengasihi, tetapi keluarga harus didahulukan.
Tiga minggu
kemudian, saya menerima telepon dari ayah. Ya, ayah saya. Dia dan ibu akan
datang ke Amerika untuk bertemu dengan suamiku. Saya sangat gembira tetapi pada
saat yang sama juga merasa takut. Begitu juga dengan Alex. Ketika mereka tiba
dan bertemu selama beberapa waktu dengan Alex, mereka pun menyadari mengapa
saya menikahi Alex. Dia sangat mirip dengan ayah saya. Ayah saya menghabiskan
waktu berjam-jam menjelaskan tentang Islam kepada Alex. Tujuan dalam hidupnya
sekarang adalah berusaha membawa suami saya kepada Islam. Alex merasa sangat
tertantang secara spiritual dan sangat terkesan akan pengetahuan ayah saya dan
semangatnya kepada iman Islamnya. Percaya atau tidak, Tuhan memakai ayah saya
yang Muslim untuk mendorong Alex bersemangat untuk menemukan imannya, dan
kemudian ternyata ia menemukan bahwa kekristenan memiliki banyak fakta-fakta
yang menarik mengenai hal itu, dan apa artinya itu bagi dia. Mengapa ia
menyebut dirinya sebagai seorang Kristen?
Setelah menikah
selama lima tahun, Alex dipindahkan ke Timur Jauh oleh pihak militer. Saya
tidak bisa mendampinginya, karena harus menyelesaikan kuliah. Saya benar-benar
sendirian dan tanpa keluarga atau teman dekat. Alex menemukan teman-teman baru
di tempat yang baru, dan mereka mulai mengajaknya untuk pergi ke gereja mereka.
Ia sungguh-sungguh berusaha menemukan arti sebenarnya dari imannya, dan sekali
untuk selama-lamanya ia akan membuat sebuah keputusan apa yang akan ia lakukan
mengenai hal itu. Ribuan mil jauhnya, Tuhan pun mulai bekerja dalam diri saya.
Ia mulai mengelilingiku dengan orang-orang Kristen.
Saya bertemu
dengan Mary di salah satu mata pelajaran. Ia memiliki senyum yang besar di
wajahnya, dan menunjukkan ketertarikan yang besar kepada siswa-siswa dari
negara-negara lain. Ia dan saya menjadi teman baik, dan ia menjadi saudaraku.
Sebelumnya ia adalah seorang Katolik, kemudian ia menyerahkan hatinya kepada
Yesus Kristus dan bergabung dengan Gereja Injili. Kali pertama dalam hidup
saya, saya mulai melihat apa yang Yesus Kristus dapat lakukan dalam hidup
seseorang. Ia selalu ada untuk saya. Ia tidak pernah menyerangku dengan
Alkitabnya, sebaliknya ia membagikan banyak ayat-ayat yang indah dari dalamnya.
Ia hadir saat aku memerlukan teman untuk bisa menangis di bahunya karena
merindukan suamiku. Ia hadir untuk belajar bersama-sama denganku saat kami
sedang mempersiapkan diri menghadapi ujian akhir. Ia hadir ketika aku membaca
surat dari Alex saat ia menjelaskan kepadaku perjalanannya untuk bertemu dengan
Kristus. Ia sangat tertarik mendengar kisah Alex, meskipun temanku ini belum
pernah bertemu dengannya.
Beberapa bulan
kemudian, untuk menghadiri wisudaku, Alex pulang ke rumah. Ia menjadi seorang
yang baru. Ia telah dibaptis di gerejanya dan telah “dilahirkan kembali”. Saya
tidak mengerti hal itu. Bukankah dia sudah menjadi seorang Kristen sebelumnya?
Mary dan Alex, ketika mereka bertemu, mereka seakan-akan sudah berkenalan
selama bertahun-tahun. Hal itu kelihatan janggal! Alex dan saya berlibur
setelah wisuda saya dan melakukan perjalanan yang panjang pulang ke rumah,
sehingga saya bisa tinggal bersamanya ketika ia kembali ke Timur Jauh.
Selama menempuh
perjalanan yang panjang ini, Alex membagikan kepadaku imannya yang baru. Ia
benar-benar telah berubah. Ia merasa sangat senang, merasa damai yang aku
sendiri tidak bisa menjelaskannya. Ia juga sangat yakin, dan sangat
memperhatikan saya. Ia benar-benar menjadi seorang pria yang berubah. Ia
sampaikan kepadaku bahwa ia memiliki kasih bagiku supaya aku bisa mengenal
Tuhan melalui Yesus Kristus. Saya menjadi sangat marah mendengarnya. Saya
ingatkan dia bahwa saya akan tetap menjadi Muslim hingga saya mati. Ia sangat
sedih mendengar pernyataanku, karena itu ia tidak pernah menyinggung hal ini
lagi. Ia datang kepada Tuhan di dalam doa dan menyerahkanku kepadaNya. Alex
menyadari bahwa saya terlalu sulit baginya untuk ia kerjakan sendiri. Saya
sangat keras kepala dan saya tidak akan pernah menyerah kepada keinginannya. Ia
pernah menantangku untuk paling tidak meninggalkan imanku.
Setelah ia
kembali ke Timur Jauh dan saya mendapatkan pekerjaan pertama dan sudah lebih
mapan, saya mulai berdoa setiap hari, dan membaca Quran. Saya mencari damai
yang sudah ia temukan. Disamping itu, bukankah kami menyembah Tuhan yang sama?
Karena itu Tuhan yang sama ini pastilah membagikan berkat yang sama di dalam
Islam sebagaimana yang Ia lakukan di dalam Kekristenan. Ketika saya mencarinya
Tuhan yang penuh kasih dan damai ini dalam Islam, Tuhan tidak menghentikan
karyaNya di dalam hidup saya. Saya bertemu dengan pria pertama di tempat kerja
yang baru yang kebetulan juga seorang Kristen “lahir baru”, eks Katolik!
Bagaimana saya bisa melepaskan diri dari orang-orang seperti ini?
Ia juga sangat
bersemangat dengan imannya, dan tidak ragu untuk membagikan empat hukum rohani
kepadaku. Saya beritahukan kepadanya untuk mundur, sebab aku tahu apa yang ia
percayai dan saya tidak tertarik. Sekarang ia tahu bahwa Tuhan sedang bekerja
di dalamku. Ia sangat ramah; ia menolongku ketika mobilku mogok. Ia juga selalu
hadir untuk membantuku ketika tengah mengerjakan proyek-proyek kami. Ketika
saya melakukan kesalahan, maka ia membiarkan dirinya dipersalahkan atas hal
itu. Ia benar-benar penuh dengan kasih dan memiliki damai yang tak bisa saya
jelaskan. Saya telah menyaksikan hal ini dalam diri Mary, Alex dan sekarang
dalam diri Matt. Ada banyak sekali kesamaan dalam diri orang-orang ini, dan
bahkan mereka tidak saling mengenal! Allah, tunjukkanlah kepadaku bagaimana aku
bisa menjadi seperti mereka melalui Islam.
Tetapi
jawabannya tak pernah datang. Saya selesai membaca seluruh Quran dan tak mampu
mengidentifikasikan Tuhan yang sama. Mungkinkah Ia Tuhan yang berbeda? Jika
Islam itu benar, maka mustahil Kristen benar. Seseorang menyampaikan kebohongan
di sini! Saya akan berdoa kepada Tuhan agar Ia menyatakan kebenaranNya. Saya
sekarang menjadi curiga dengan Islam, dengan semua kebencian, penghakiman,
murka, kebohongan-kebohongan, hidup Nabi yang tidak kudus, dan lain sebagainya.
Saya tidak bisa mempercayai pesan Kristen bahwa saya memerlukan seorang Juru
Selamat, yaitu Yesus Kristus, Tuhan sendiri! Benar-benar pesan yang aneh.
Allah, tunjukkanlah kepadaku dimana kebenaran itu!
Delapan belas
bulan berlalu sejak suami saya memintaku mempertimbangkan untuk menerima
Kristus. Sekarang saya menjadi lebih bingung dan lebih defensif daripada
sebelumnya. Ia pulang ke rumah dengan baik-baik hanya untuk bertemu denganku
menantangnya dengan kuat. Saya benar-benar membuat hidupnya menjadi susah. Ada
peperangan rohani di rumah kami. Kemudian saya pergi ke gereja bersamanya,
tetapi sama sekali tidak terlibat dengan doa, atau menyanyikan lagu-lagu himne
bersama jemaat. Saya tidak percaya dengan apa yang mereka katakan, jadi saya
tidak akan berpartisipasi dengan aktifitas-aktifitas itu.
Saya tidak bisa
diyakinkan dengan fakta bahwa Yesus itu adalah Tuhan sendiri. Hal ini adalah
sebuah penghujatan! Tidak hanya hal itu tidak masuk akal, tetapi hal itu juga
membuat bulu kudukku berdiri. Bagaimana orang-orang ini mempercayai semuanya
itu?
Setelah kami
menghadiri kebaktian di gereja itu selama empat atau lima bulan, saya
menghadiri kebaktian sendirian karena suami saya ada di luar kota. Karena saya
mengenal pendetanya dan banyak pasangan-pasangan muda lainnya – mereka sekarang
menjadi teman-teman saya – saya merasa cukup nyaman untuk pergi sendiri. Hari
itu, ketika ada panggilan untuk maju ke depan, saya sendiri mendapati diri saya
menyanyikan “Amazing Grace”. Saya hampir tidak bisa mempercayainya. Saya
berhenti di pertengahan lagu dan tidak lagi menyanyikannya. Kemudian pendeta
bertanya kepada jemaat, “Jika anda merasa bahwa Roh Kudus memanggilmu untuk
maju ke depan, jangan ragu-ragu.”
Tak mungkin saya
maju ke depan. Saya sedang dipengaruhi oleh emosi pada saat itu, suamiku tidak
ada di situ, dan saya sendiri masih tidak percaya bahwa Yesus itu adalah Tuhan
sendiri. Pastor menunggu dan tak ada seorang pun yang maju. Malam itu ketika Alex
pulang ke rumah, saya tidak mengatakan apa-apa kepadanya. Pagi berikutnya,
tanggal 2 Oktober 1983, saya membangunkan suami saya dan memberitahukan
kepadanya bahwa sekarang saya percaya bahwa Yesus adalah Tuhan sendiri, dan
saya membutuhkannya supaya Ia mengampuni dosa-dosaku, dan menjadi Juru
Selamatku. Alex benar-benar terkejut sampai-sampai ia menangis seperti seorang
bayi. Ia hampir tidak bisa mempercayai bahwa Tuhan telah merubah hatiku yang
keras kepadaNya. Ia telah melaksanakan karyaNya, melalui kesaksian-kesaksian
yang disampaikan oleh teman-teman dan suamiku. Benar-benar sebuah sukacita
besar bahwa sekarang Saya telah DILAHIRKAN KEMBALI.
Sumber:
http://www.siaranalhayat.com
No comments:
Post a Comment