Kesaksian Hidup dari Reinhard Bonnke,
buta melihat, lumpuh berjalan, tuli mendengar, berbagai macam jenis penyakit
telah di sembuhkan dan lebih luar biasa lagi jutaan jiwa telah di selamatkan
oleh Tuhan, melalui hamba-Nya. panggilannya untuk melayani di negara Afrika
Selatan, setiap KKR-nya di hadiri jutaan orang. Kesaksian ini akan menceritakan
Kisah Reinhard Bonnke dari masa kecil dia dengan keluarga.. Selamat membaca..?
Panggilan menjadi Penginjil
Siapa tak kenal dengan Reinhard
Bonnke. Seorang penginjil yang setiap acara KKR-nya dihadiri jutaan orang.
Puluhan juta orang pun sudah dibawanya kepada Kristus. Hal ini sejalan dengan
tujuan hidup pria kelahiran Jerman ini, yaitu “menjarah neraka untuk melimpahi surga dengan jiwa-jiwa”.
Meski mendapat banyak tantangan
berat, ia terus menghidupi tujuan agung itu. Pertobatan diawali pada usia 9
tahun, dan pada tahun 1967 panggilan Allah dalam ladang misi membawanya ke
Lesotho, sebuah negara kecil di Afrika Selatan. Allah terus membawanya sampai ia
membentuk pelayanaan lembaga misi bernama Christ for all Nations (CfAN). lembaga
ini telah mengadakan KKR-KKR di luar negeri, menerbitkan 178 juta buku dalam
140 bahasa, dan melatih para pemipin dalam penginjilan yang dituntun oleh Roh Kudus.
Even Greater adalah salah satu
karyanya. Buku ini menceritakan bagaimana orang-orang biasa seperti kita, anda
dan saya dipakai Allah untuk secara naratif ini tidak sekedar bertutur tentang
mujizat, yang buta melihat, yang lumpuh berjalan, yang tuli mendengar dan
sebagainya. Tetapi terutama tentang betapa iman yang bertumbuh mewujud menuju
kesejatian saat orang-orang percaya menghadapi berbagai tantangan.
Masa Kecil Reinhard Bonnke
Kami ada enam bersaudara, sebelum mengenal
Tuhan, ayah kami adalah seorang prajurit bayaran dalam Angkatan bersenjata
Jerman. Ia bertugas sebagai petugas perbekalan di kota pertahanan Hitler yaitu
Konigsberd, di Prussia Timur. Selama waktu itu, Hermann Bonnke menderita sakit
TBC akut. Dalam keputusasaannya, ia mencari Tuhan dan lahir baru serta di
sembuhkan dari penyakit itu pada waktu yang bersamaan.
Saudaraku Jurgen, peter dan saya
jarak umurnya berdekatan dan memiliki banyak pengalaman yang serupa. Kami
sering mengingat hal-hal yang sama. Dia berumur enam tahun dan saya lima tahun
ketika kami sekeluarga terpaksa melarikan diri dari Prussia Timur untuk
menyelamatkan nyawa kami. Ayah kami harus tinggal untuk menghalangi Angkatan
Bersenjata Rusia yang mulai menguasai daerah itu. Mereka tampaknya sangat ingin
membalas dendam kepada semua orang Jerman.
Selamat dari bom dan pergi ke Denmark
Ibuku berdoa dan membaca Alkitab
setiap hari untuk meminta tuntunan dan perlindungan bagi kami. Dari Alkitab,
beliau menerima kepastian bahwa Allah akan memelihara kami dalam pelarian kami
melewati lautan. Kami berangkat dengan menggunakan kapal ke Denmark, namun kapal
yang kami mau naik dilaran masuk pada menit-menit terakhir karena kapal
tersebut ditembak oleh torpedo dari kapal selam Rusia. Kapalnya tenggelam,
membunuh tiga kali lebih banyak penumpang dari korban kapal Titanic. Sekali
lagi, nyawa kami terselamatkan, namun bagaimana dengan orang yang telah
meninggal? mengapa bukan kami yang mati?
Kapal yang pada akhirnya kami
tumpangi juga kemudian di bom dan diserang di tengah jalan. Saya ingat waktu
itu saya memanjat ke atas dek dan melihat sebuah pesawat Rusia sedang terbakar
dan jatuh dari langit di atas kami. Pada suatu kesempatan , kami terguncang
oleh ledakan besar karena kapal kami terkena ranjau. Kapal kami mulai miring ke
satu sisi, kemudian anehnya balik kembali ke posisinya semula. Kami terus
mengarungi lautan sampai kami mencapai pelabuhan yang aman di Denmark.
Kembali ke Jerman
Empat tahun kemudian kami kembali ke
Jerman dan akhirnya dipersatukan kembali dengan Ayah. Saya bersyukur sembilang
tahun pada waktu itu. Saat kami memasuki periode pembangunan Jerman kembali,
keluarga Bonnke juga mulai kembali sebagai keluarga yang utuh. Kami berdelapan
tinggal bersamaan dalam satu kamar di kota kecil Gluckstadt, dekat Hamburg.
Rumah tangga kami boleh miskin dalam materi, namun kami kaya dalam Iman.
Ayahku menjadi Pendeta
Ayah kami, setelah dibebaskan dari
tugas militer, segera menjadi pendeta sepenuh waktu. Gairahnya untuk
mengabarkan injil tidak dibatasi oleh pintu Gereja. Keenam anaknya melihat
bagaimana khotbahnya diterapkan dalam keseharian kami. Allah adalah perkara
yang dianggap serius dalam rumah kami. Keluarga kami telah diselamatkan waktu
kami melarikan diri dari peperangan. Kisah keselamatan itu sering kali
diceritakan ulang untuk menanamkan pengenalan akan kuasa dan pemeliharaan Allah
dalam diri kami.
Kakakku mulai ragu akan iman mereka
Pada awalnya, semua anak Bonnke
menerima warisan kami dalam Tuhan tanpa mempertanyakannya. kami memberi diri sepenuhnya
kepada Iman orang tua kami. Namun seiring dengan waktu, Martin, Gerhard, Peter,
dan Jurgen mulai mempertanyakan iman yang dianut oleh keluarga kami. Bahkan
kisah-kisah penyelamatan itu mulai dipertanyakan. Mereka menemukan cara-cara
lain yang lebih masuk akal untuk menjelaskan peristiwa penyelamatan kami di
akhir perang dulu. Mereka bilang, itu bukan karya tangan Allah, melainkan
untung-untungan, kemujuran, kebetulan, takdir, pokoknya segala sesuatu kecuali
Allah. Bahkan kesembuhan Ayah kami dari TBC dapat mereka jelaskan dalam
istilah-istilah psikologi dan gejala psikosomatik.
Dengan pertanyaan dan pertanyaan
semacam inilah, kakak saya menolak iman dan mulai menyembah intelektual dan
ilmu pengetahuan. Mereka bertekad untuk tidak membuat kesalahan yang sama
seperti yang dilakukan oleh generasi tua. Mereka melihat kepercayaan kami
kepada Tuhan sebagai hal yang mudah dimanipulasi, dan mereka dengan keliru
berpikir dengan menggunakan kemampuan nalar, mereka akan hidup lebih unggul.
Mereka menginvestasikan diri mereka dalam sekolah sementara saya mulai
menginvestasikan diri saya dalam gereja ayah kami. Jalan kami sungguh bertolak
belakang.
Mendapat panggilan waktu berusia 10 tahun
Saat itu saya berusia sepuluh tahun.
Waktu itulah saya menerima panggilan saya sebagai Misionaris ke Afrika. Saat
saya memasuki masa remaja, saya sungguh menganggap serius akan panggilan ini.
Kakak-kakak saya termasuk Jurgen, sungguh-sungguh berusah menentang saya.
Mereka mulai secara terbuka mulai menghina hubungan saya dengan Tuhan.
Berhasil dalam bidang mereka masing-masing
Kakak-kakak saya masuk universitas
yang bagus. Mereka membaktikan diri mereka dengan begitu giat bisa menguasai
bidang pilihan mereka masing-masing di dunia akademis. Jurgen menjadi seorang
Insinyur kimia yang sangat dihormati. Kakak-kakak saya menertawai pilihan saya
untuk masuk ke sekolah Alkitab yang menurut mereka adalah rendahan. Mereka
semua, termasuk Felicitas yang tetap setia kepada Tuhan, memperoleh gelas
sarjana S-3 dalam bidang kedokteran dan ilmu pengetahuan lainnya sementara saya
sendiri mengawali karya misionaris saya yang sederhana dengan Anni di Lesotho,
Afrika.
Kunjungan ke rumah kakak saya
Rumah Jurgen telah menjadi tempat
yang bagi saya paling tidak ingin saya kunjungi. Ia telah menikah dengan
seorang wanita yang bekerja sebagai sekretaris, yang menganggap dirinya sendiri
sangat pandai. Iman Kristen baginya adalah suatu yang patut siolok-olok dan
diserang. Ia tetap bermusuhan dengan Injil. Ketika saya berkunjung, ia biasanya
akan menjadi agresif, tanpa henti akan menantang saya untuk menjawab
pertanyaan-pertanyaan tentang kegagalan dari iman Kristen. Ia menyerang saya
begitu rupa sehingga Jurgen menjadi malu sendiri akan istrinya. Saya bisa
merasakannya bahwa Jurgen mengasihi saya sebagai adiknya, walaupun ia memandang
rendah pelayanan saya. Ia bisa dengan halus menentang saya, namun tidak ingin
konflik itu menjadi terlalu sengit.
Ketika mengunjungi rumah Jurgen, dan
semua rumah kakak-kakak saya yang lainnya, saya mengambil pendekatan “Jawaban
yang lemah lembut merendahkan amarah”. Saya berhenti membicarakan hal-hal yang
saya tahu akan membangkitkan emosi mereka. Sebaliknya, saya membicarakan
bahan-bahan obrolan yang lebih umum, dan saya menuangkan lebih banyak waktu dan
energi saya untuk mendengarkan karena kami semua sama-sama melewati masa kecil
yang dipenuhi injil, saya percaya bahwa saya akan memenangkan mereka dengan
sikap manis, bukan dengan konfrotasi. Pendekatan ini telah membuahkan hasil.
Reuni Keluarga
Kakak-kakak saya dan saya sendiri,
termasuk Jurgen dan istrinya, berkumpul bersama dipertengahan tahun 1980-an
untuk suatu reuni keluarga. Setiap hari pada waktu jam makan kami akan duduk
disebuah meja panjang dan ngobrol bersama.
Saya kira kakak saya Martin yang
memulai obrolan berikut ini. Ia adalah kakak saya yang tertua, dan adalah
seorang dokter di bidang kimia. Ia berkata nama Bonnke menjadi terkenal di
seluruh koran Jerman karena jasa-jasa saya. Menurutnya, para reporter terbang
untuk menghadiri KKR-KKR saya diseluruh Dunia melaporkan kembali ke Jerman
mengenai apa yang sesungguhnya terjadi. Laporan-laporan mereka mencakup
beberapa kisah fantastis tentang kesembuhan yang ajaib.
Permusuhan di ganti dengan kasih
Itu merupakan waktu yang indah. Kisah
kakak saya telah mencairkan hubungan yang telah lama tegang. Sungguh baik untuk
mengetahui bahwa dirinya berusaha mencari cara untuk mengakui pencapaian saya
di depan saudara-saudara yang lain.
Namun Martin belum selesai. Ia
kemudian berkata bahwa memiliki sebuah pengunguman. Ia berkata bahwa dirinya
bersama-sama kakak-kakak saya yang lainnya telah mengevaluasi kehidupan dari
semua anak-anak Bonnke. dan mereka semua sepakat menobatkan saya sebagai “kuda
terbaik dalam kandang.” Ia dengan segera menambahkan bahwa penghargaan ini
hanya didasarkan karena pengaruh saya pada dunia, bukan berdasarkan apakah
pengaruh itu bersifat baik atau buruk.
Tetap saja, itu adalah sebuah
kemajuan besar. Mereka telah bertahun-tahun mengejek semua hal yang saya
kerjakan, namun sekarang mulut mereka sendiri mengakui bahwa saya adalah “kuda
terbaik dalam kandang”.
Itu memberi saya pengharapan bahwa
pada suatu hari nanti mereka akan mengambil langkah berikutnya dan mengakui
bahwa kehidupan saya memiliki pengaruh besar karena Yesus Kristus, dan bukan
untuk alasan lain, melainkan supaya mereka sekali lagi menerima ketuhan Yesus
dalam Hidup mereka. Dengan sikap seperti itu, saya bisa melihat permusuhan
diantara kami telah diganti dengan kasih yang sejati, meskipun kami belum
memiliki iman yang sama.
Mendapat Mimpi tentang saudaraku
Pria di atas titian itu tidak
memiliki stabilisator, tidak ada tiang penopang yang menahannya untuk tidak
bergoyang-goyang. Jembatang yang berbahaya itu terbentang di atas jurang
berbatu sangat dalam. Menurut pemikiran saya, ini bukan tempat penyebrangan
yang layak. Ini adalah sebuat jembatan maut. Saya takkan pernah mau
melewatinya.
Saat itulah saya melihat seorang
dungu yang berusaha menyeberang menggunakan jembatan itu. Saya bergegas ke tepi
jurang dan melihat ke bawah. Dasar jurang itu tidak terlihat, karena tertutup
oleh kabut pagi. Kabut itu bergerak seperti sebuah sungai dalam jurang itu.
Saya melihat kembali pria itu. Orang ini telah menunjukan kemajuan yang
mengejutkan. Ia hampir sampai di pertengahan jembatan itu, menuju seberang.
Dalam hati, saya mendoakan supaya ia baik-baik saja, namun tiba-tiba, awan
kabut itu naik ke atas dari bawah lembah. Kabut itu menutupi jembatan persis di
depan pria tadi. Ia tidak menyadarinya. Matanya terpaku terhadap kakinya
sendiri. Saya tahu bahwa kalau pria itu melangkah dalam kabut, ia akan
kehilangan keseimbangannya. Orang ini pasti akan jatuh ke jurang dan mati.
“Pak, berhenti” saya berteriak. “Anda
harus berhenti kabutnya ada di depan Anda.” Pria itu berbalik dan memandang
saya. Pada momen itu, sebuah rasa sakit menusuk hati saya. Pria itu ternyata
adalah saudara saya sendiri, Jurgen. Tanpa memedulikan peringatan saya, ia
berbalik dengan cepat, dan menghilang dalam kabut. “Jurgen! Jurgen!” saya
berteriak. Beberapa saat kemudian, saya mendengar sebuah teriakan yang makin
lama makin menghilang di bawah saya, serayah ia terjatuh. Reinhard!. Saya
terbangun. Seprei saya basah karena keringat. Jantung saya terdegup kencang
dalam dada saya. Beribu-ribu perasaan terhadap saudara saya bercampur-aduk
dalam hati saya dan membuat saya sangat galau. Saya ingin menagis keras-keras
untuk Jurgen. Saya tahu bahwa saudara saya ini telah begitu jauh menyimpang
dari Yesus.
Membawa mimpi tersebut kepada Tuhan
Saya membawa kasus ini kepada Tuhan:
“Tuhan, lihatlah kemajuan yang telah kami capai dengan sikap manis, bukan
dengan khotbah-khotbah? Mengapa Engkau sekarang berkata kepada saya, ‘Jika
Engkau tidak memperingatkan orang yang tak bertuhan, Aku akan menuntut darahnya
dari tanganmu? Apakah saya harus mengkhotbahkan padanya khotbah yang telah dia
dengar ribuan kali? Akankah ia akan mempelajari sesuatu yang baru jika saya
sekarang memberi tahu dia bahwa dia adalah orang berdosa dan pasti akan masuk
neraka? Saya sungguh tidak mengerti.”
Tuhan menjawab saya, tuliskan sebuah
surat untuknya dan katakan padanya apa yang engkau lihat dalam mimpimu.”
Saya yakin bahwa ini adalah suara
Tuhan. “Saya akan melakukannya,” kata saya. Dan lalu berbalik, dan tidur lagi.
Saya menghentikan semua kegiatan saya dan menulit surat itu, mengatakan kepada
Jurgen apa yang saya lihat dalam mimpi saya. Saya mengirimkannya. Saya tidak
menerima balasannya. Saya melanjutkan kehidupan saya seperti biasa dan lupa
tentang hal itu.
Akhir Hidup Jurgen
Kami
akhirnya pindah ke Jerman. Anni dan saya mempersiapkan rumah kami yang baru
untuk menyambut anak-anak kami yang akan datang berlibur dari universitas
mereka. Mereka tiba, dan kami telah menyiapkan makan malam. Baru saja kami
duduk untuk makan, saya menerima surat yang di alamatkan kepada saya dari
Jurgen. Saya membukanya dan membaca.
Yang
terkasih Reinhard, istri saya telah pergi meninggalkan saya. Sahabat karib saya
meninggal dunia karena kanker. Saya begitu frustasi sehingga berpikir tidak
ingin hidup lama lagi. Saya ingin bunuh diri saja. Namun pada malam hari saya
mendapat sebuah mimpi. Saya sedang berjalan di sebuah jembatan. Jembatan itu
tidak ada pengangannya dan saya jatuh berteriak waktu terjatuh. Saya bangun
berkeringat karena ketakutan. Saya melompat dari tempat tidur dan berkata, “Ya
Allah yang Maha Kuasa, Engkau tahu bahwa saya bahkan tidak percaya Engkau. Jika
Engkau berbicara kepadaku melalui mimpi ini, berbicaralah juga melalui
Reinhard. “Beberapa waktu kemudian, suratmu datang. Mimpimu itu persis seperti
yang aku mimpikan. Saya telah memberikan hidup saya kepada Yesus.
Kini,
kakak saya Jurgen telah di selamatkan, namun dia juja masih tetap sakit,
kemampuan mentalnya hampir-hampir musnah. Ia berbaring di rumah rawat dan harus
di perhatikan siang dan malam. Dengan Kesaksian bisa menjadi Berkat buat kisa
semua. Gbu
Kumpulan
Kisah Nyata:
No comments:
Post a Comment