Kehidupan artis atau selebritis tak
pernah lepas dari gosip. Demikian ungkapan yang sudah mengakar di khalayak
umum. Hal ini bisa dimaklumi, karena bagaimana pun artis adalah public figure.
Demikian halnya yang dialami oleh artis cantik Lydia Kandau. Kesibukannya dalam
pelayanan telah membuatnya seperti tenggelam dari keartisannya.
Walau demikian, label artis yang
telah disandangnya masih melekat. Saat ini ia kerap diminta bersaksi di
berbagai denominasi gereja. Bahkan baru-baru ini ia mengikuti suatu perjalanan ziarah
ke Yerusalem. Istilah cinta buta mungkin dialami oleh wanita berdarah Manado
ini. Kisah cintanya dengan pria yang tidak seiman berakhir di pelaminan,
sekalipun sempat ditentang oleh pihak keluarga.
Tapi ia nekad, atas dasar cinta ia menikah dengan Jamal Mirdad, seorang penyanyi. Hari-hari yang dilaluinya setelah pernikahan terasa begitu indah. Sebagai umat Kristus, seharusnya ia pergi ke gereja di hari Minggu. Tapi Lydia tidak. Bersama suami tercinta, ia kerap mengisi hari-hari Ahadnya dengan jalan-jalan, nonton, atau shopping dan sebagainya.
"Makin lama rasanya kok makin
jauh dari Tuhan," ungkapnya.
Namun, pikiran seperti itu tidak
cukup membuatnya berbalik pada Tuhan. Ia seolah menikmati semua itu. Anaknya
Sakit Aneh Sampai saat anak keduanya mengalami sakit 'aneh'. "Syaraf kiri
anak saya abnormal," tuturnya. Ia langsung membawanya ke rumah sakit
dengan keyakinan setelah ditangani dokter pasti anaknya sembuh. yang terjadi
justru sebaliknya. Makin lama kondisi anaknya semakin parah. "Seperti
obat-obat yang diberi dokter tidak mempan terhadap penyakitnya. Anak saya
seperti mau mati. Matanya tidak mau terbuka," kisahnya. Akhirnya
diputuskan untuk membawa anaknya pulang ke rumah.
"Saya menangis dan menangis
sambil membaringkan anak saya di tempat tidur. Saya merenung dan larut dalam
kebisuan. Seketika saya teringat akan dosa-dosa saya dulu. Saya tidak setia
kepada Tuhan. Padahal Tuhan sudah begitu baik ada saya," akunya. Seketika
itu juga, ia berdoa sambil bercucuran air mata. Minta ampun atas segala dosa
dan ketidaksetiaannya. Ia betul-betul merasa telah mendukakan hati Tuhan.
"Luar biasa ternyata,"
ungkapnya. Sesaat ia katakan amin, hati dan batinnya terasa lega sekali.
"Plong rasanya. Saya yakin darah Yesus telah menghapus dosa-dosa
saya," tuturnya sumringah.
Lalu ia melihat anaknya yang masih
terbaring dalam keadaan yang memprihatinkan. Air matanya jatuh lagi. Ia duduk
di sisi tempat tidur sambil mengelus-elus kepala anaknya. Batinnya berkata,
"Tuhan, aku tahu Engkau telah menghapuskan dosaku. Saat ini juga ya Bapa,
jikalau Engkau mengasihi aku, tolong sembuhkan anakku. Aku percaya sepenuh
jiwa, Engkau sanggup melakukan semua itu. Sebab segala perkara dapat kutanggung
di dalam Engkau."
Usai berdoa, ia memuji-muji Tuhan
dengan kidung pujian yang tiada putus-putusnya. "Saya berjanji bahwa saya
tidak akan pernah berhenti memuji Tuhan sampai Tuhan sembuhkan anak saya,"
paparnya. Ternyata ajaib, satu jam berselang, mata anaknya perlahan mulai
terbuka. "Perlahan, tapi pasti mata anak saya terbuka. Lalu ia bangun dari
tempat tidur. Ajaibnya, di wajahnya tidak ada gambaran kesakitan. Padahal ia
baru saja mengalami suatu penyakit yang luar biasa berat untuk anak seusianya.
yang terlukis di wajahnya adalah sukacita. Sungguh ini suatu mujizat. Saya
langsung memeluk anak saya sambil berkata: "Terima kasih Tuhan,"
urainya. Sejenak diajaknya anaknya berdoa bersama. Mengucap syukur atas
kesembuhan yang hanya datang dari Allah. "Tuhan sudah mendengar doa
saya," ujarnya saat itu. Setia Melayani
Sejak kejadian itu, ia berjanji akan
setia melayani Tuhan.
"Saya ingin menceritakan kepada
semua orang, bahwa Tuhan itu sungguh baik adanya," tukasnya. Ternyata
badai itu belum berlalu. Sang suami belum merestui kemauannya untuk kembali ke
gereja. Apalagi harus membawa anak-anaknya.
"Terpaksa dulu saya berbohong.
Membawa anak-anak dengan alasan nonton, renang, jalan-jalan, dan macam-macam.
Padahal sebelum atau sesudah kegiatan itu kami ke gereja. Habis kalau tidak
begitu, mana bisa saya ke gereja," kilahnya.
Kami, lanjutnya, harus main petak
umpet. Alkitab dulu biasanya disimpan. Bacanya juga menunggu Jamal pergi.
"Terus terang saya tersiksa
dengan keadaan seperti itu," akunya. Tapi I sudah punya komitmen, bahwa ia
tidak akan menjual Tuhan Yesus karena apa pun juga. Lama-kelamaan Jamal mulai
berubah. Ia semakin menghargai saya. Ia pernah mengatakan tidak melarang saya
atau anak-anak ke gereja.
"Sukacita sekali saat saya
mendengar itu," cetusnya.
Lydia memang punya komitmen bahwa
anak-anak harus ikut ibunya. Walaupun dua anaknya bersekolah di Al-Azhar, tapi
setiap Minggu, mereka pasti ke gereja.
"Ketika saya mulai pelayanan
pun, Jamal tidak melarang. Ia cuma katakan sebaiknya pelayanan di dalam kota
saja. Tidak usah sampai ke luar kota," jelasnya.
Kumpulan Kisah Nyata:
No comments:
Post a Comment